REPUBLIKA.CO.ID, SORONG -- Suwandi yang merupakan sarjana mendidik di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (SM-3T) berkisah, menjadi guru di Papua membutuhkan perjuangan berat.
"Saya mengajar mata pelajaran fisika di SMA 1 Segun. Dari Kota Sorong menuju tempat saya mengajar di Distrik Segun, Sorong Selatan membutuhkan waktu selama tujuh jam," kata Suwandi saat ditemui di SD SMP Satu Atap Ninjemor, Distrik Moi Segen, Kabupaten Sorong Selatan, Kamis, (8/5).
Waktu tempuh tujuh jam itu, ujar Suwandi, melewati jalan darat dan laut. Melalui jalan darat selama tiga jam menggunakan mobil melalui hutan belantara."Terkadang, saya terpaksa turun mobil untuk mendorong mobil. Sebab mobil tak bisa jalan karena jalannya penuh lumpur,"kata Suwandi.
Selanjutnya, ujar Suwandi, perjalanan menggunakan long boat yang merupakan satu-satunya alat transportasi laut. "Kadang-kadang di tengah perjalanan, saya bertemu dengan buaya,"ujarnya.
Bersama teman-temannya sesama sarjana mengajar, Suwandi bahkan terkadang menderita penyakit seperti kulit melepuh akibat terkena getah beracun di pohon. Ada juga yang terkena malaria.
"Yang pasti semua punya penyakit malarindu, alias rindu kepada bapak dan ibu di rumah. Namun ini semua tidak menyurutkan keinginan kami mendidik anak-anak di Papua," ujar pemuda asal Makassar ini dengan mata berkaca-kaca.
Namun, lanjut Suwandi, rasa rindu ini kadang terobati oleh semangat anak-anak Papua yang ingin terus belajar. "Kami ingin terus mengabdi dalam mencerdaskan bangsa Indonesia," katanya.