REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat pendidikan Universitas Paramadina Mohammad Abduhzen mengatakan, kekerasan di perguruan tinggi kedinasan terjadi karena konsep pendidikan serta pengelolaan yang tidak benar.
Bukan serta merta menyoal siapa yang membawahinya. Hal itu terkait dengan wacana rencana pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang akan mengambil alih pendidikan kedinasan dari pihak Kementerian dan Lembaga terkait.
"Soal kekerasan di lembaga pendidikan bukan soal siapa yang membawahinya, tetapi konsep pendidikan dan pengelolaannya yang tidak benar," ujar pengamat pendidikan, Mohammad Abduhzen kepada RoL, Senin (12/5).
Menurutnya, permasalahan yang terjadi yakni, pertama, memberikan otoritas (resmi atau tidak resmi, langsung atau tidak) pad senior untuk ikut melakukan kegiatan "pembinaan". Kedua, pemahaman terhadap disiplin keliru. Dimana, seolah-olah hanya bisa dibentuk lewat kekerasan fisik.
Ketiga, terbentuknya budaya kekerasan yang diwariskan. Serta tidak ada upaya serius untuk memutus rantai kekerasan tersebut dan kontrol yang tidak efektif.
Menurutnya, kekerasan di perguruan tinggi yang terjadi di Malang, beberapa bulan lalu yang mengakibatkan korban meninggal. Itu terjadi saat di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan semua.
Abduhzen melanjutkan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pendidikan kedinasan itu adalah pendidikan profesi. Adapun pendidikan profesi merupakan pendidikan setelah sarjana.