Rabu 21 May 2014 18:48 WIB

Buku Sejarah Sering Ditulis Asal-Asalan

Rep: Risa Hedahita Putri/ Red: Muhammad Hafil
Sebuah buku sejarah Turki (Ilustrasi)
Foto: cjnews.com
Sebuah buku sejarah Turki (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Buku sejarah dinilai sebagai pelajaran sekolah yang paling rusak dalam segi isi. Faktanya, menurut sejarahwan Universitas Padjajaran (Unpad) A. Sobana Hardjasaputra, buku sejarah untuk tingkat SMA ke bawah dalam proses pembuatannya ditenderkan ke pihak penerbit. Menurutnya buku sejarah sering ditulis secara asal.

Menurut Sobana, bahan pelajaran yang baik dan benar harus berdasarkan pada fakta sejarah. Hal itu menjadi penentu proses pengajaran sejarah tepat sasaran. Ia yang juga pernah menjadi tim pengawas buku pelajaran sekolah itu bahkan sering menemukan kesalahan penulisan peristiwa sejarah yang membuat kesalahpahaman dalam pemahamannya. "Masa ibu kota Majapahit ada di Sumenep," kata dia mencontohkan, Rabu (21/5).

Hal itu menjadi berbahaya apabila tidak dibarengi pemahaman sejarah yang lebih luas, terutama bagi guru. Padahal menurutnya banyak guru yang belum kritis soal fakta sejarah. Bahkan sebagian besar guru yang mengajar sejarah bukan berlatar belakang pendidikan sejarah. 

Padahal menurutnya untuk mengajar sejarah, guru harus punya wawasan luas. Mereka harus belajar dari sumber-sumber faktual selain buku penunjang sekolah. "Waktu itu ada aslinya guru olah raga tapi di suruh ngajar sejarah pas ditanya gimana cara ngajarnya, dia bilang tinggal baca bukunya, padahal isinya salah," ujar Sobana.

Guru sejarah dituntut dapat memberikan pemahaman dan eksplanasi dari suatu peristiwa. Selama ini banyak guru yang mengajar dengan cara mendikte dari buku. Tidak heran banyak murid yang tidur dan bosan dengan pelajaran sejarah.

Ia menyayangkan metode pengajaran yang sejak dulu ia bersekolah hingga saat ini tidak banyak perubahan. Metode belajar hanya satu arah. Akibantnya siswa tidak dilibatkan dalam pelajaran. Ia sendiri bingung apa yang menyebabkan para guru tidak mau merubah metode pelajaran.

Sobana kemudian mengutip Nono Sukarno dari Forum Guru yang mengungkapkan beberapa masalah, yang ia sebut sebagai penyakit kronis guru. Pertama M3, maksudnya guru malas menulis dan membaca. Selain itu ada penyakit THT (Tukang Hitung Transpor), Hipertensi (Hiruk Persoalkan Tentang Sertifikasi), Kudis (Kurang Disiplin), Asma (Asal Masuk), dan Tipus (Tidak Punya Selera).

Menurut Sobana metode pengajaran sejarah yang baik adalah dengan metode dua arah. Guru menyampaikan daya nalarnya, bukan mendikte dari buku. Setelah selesai, ia mengimbau kesempatan adanya tanya jawab antara guru dan murid.  Hal ini memicu pemikiran kritis dan kreatif antara dua belah pihak. "Metode belajar sejarah yang kaku itu harus ditinggalkan, bukan cuma metode tapi juga kualitas guru," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement