REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Finalisasi pembahasan draf Peraturan Menteri (Permen) Pendidikan dan Kebudayaan tentang seragam sekolah -- yang diharapkan melindungi penggunaan jilbab -- belum melibatkan elemen masyarakat. Maka dikhawatirkan, saat disahkan nanti, masih memuat pasal karet yang tidak mengandung sanksi bagi sekolah yang melarang jilbab dan pemerintah mencari posisi aman.
"Jika ternyata masih ada pasal-pasal karet dan tidak tegas mengenai jaminan hak pelajar memakai seragam berjilbab, maka permen akan sia-sia, termentahkan,” kata Ketua Bidang Komunikasi Ummat Pelajar Islam Indonesia (PII) merangkap Ketua Aliansi Pelajar Mahasiswa Indonesia (APMI), Helmi Al Djufri, Kamis (22/5).
Padahal, menurut Helmi, yan selama ini sangat diperjuangkan adalah pasal sanksi sebagai upaya pencegahan terjadinya pelanggaran lagi.
"Kalau tidak ada pasal sanksi, Mendikbud mencari posisi aman. Ini artinya, jika ada pelanggaran pemerintah lebih menyerahkan kepada masyarakat dalam hal pengaduan.
Dengan begitu, lanjut Helmi, norma hukum dalam permen tersebut bukan sebagai tindakan pencegahan, tetapi lebih kepada formalitas saja. ''Agar Mendikbud dianggap sudah melakukan kewajibannya," tutur Helmi.
PII dan APMI merupakan pihak yang pada awalnya mengusulkan penerbitan permen yang mengatur seragam sekolah. Usulan tersebut dipicu oleh penemuan dan penelitian mereka di lapangan tentang adanya kasus sekolah yang melarang siswinya berjilbab.
Sekolah-sekolah tersebut berada di wilayah Indonesia dengan penduduk muslim minoritas, seperti di Bali. Namun, dalam pelaksanaan pengkajian uji draf permen yang dimulai pada 5 Mei lalu, PII tak kunjung dilibatkan dalam penggodokannya.
Atas dasar SK Dirjen Dikdasmen No 100/1991 tentang seragam berjilbab yang berlaku secara nasional, mereka mengusulkan agar permen dikeluarkan. Tujuannya untuk mengatur saknsi yang memang belum disebutkan dalam SK tersebut. "Kami khawatir permen tak cukup menjamin siswi muslim menggunakan seragam dan berjilbab di sekolah maupun di setiap aktivitas kegiatan belajar mengajar (KBM)," tandas Helmi.