Rabu 30 Jul 2014 11:47 WIB

Tiga Pelatihan Ini Dibutuhkan Calon Seniman

Pengunjung melihat-lihat hasil karya seni rupa dari berbagai seniman yang di pamerkan di Galeri Nasional, Jakarta Pusat
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Pengunjung melihat-lihat hasil karya seni rupa dari berbagai seniman yang di pamerkan di Galeri Nasional, Jakarta Pusat

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Guru Besar Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar I Wayan Dibia mengatakan lembaga pendidikan tinggi seni idealnya mampu mengintegrasikan tiga jenis pelatihan yang meliputi artistik, estetik, dan kultural.

"Pelatihan artistik menyangkut berbagai kegiatan artistik yang melibatkan aktivitas psikomotorik, di antaranya melalui penciptaan, penyajian, atau menyaksikan karya seni," kata Prof. Dr. I Wayan Dibia yang juga seniman andal yang banyak menghasilkan karya-karya monumental di Denpasar, Rabu (30/7).

Ia mengatakan bahwa semua itu bertujuan untuk membangun keterampilan seni. Sementara itu, pelatihan estetik menyangkut berbagai aktivitas olah rasa yang diarahkan pada pemahaman terhadap nilai-nilai estetik. "Semua itu untuk membangun kepekaan dan ketajaman rasa serta pemahaman lainnya yang berkaitan dengan nilai seni," katanya.

Adapun pelatihan kultural, kata Wayan Dibia, untuk lebih mengutamakan pemahaman terhadap aspek kultur yang terkandung atau yang melahirkan kesenian yang bersangkutan. Oleh sebab itu, anak didik lebih banyak diarahkan untuk memahami latar belakang dan lingkungan budaya, termasuk hal-hal yang bersifat simbolik dan spiritualitas dari suatu kesenian untuk membangun kesadaran.

Dibia menjelaskan bahwa hal itu sesuai dengan pandangan ahli pendidikan seni asal Inggris, Jacqueline M. Smith-Autard, jika disandingkan dengan konsep "Satyam-Shiwam-Sundaram", yakni tiga pilar taksu atau karisma dalam tradisi budaya Bali. Maka, orientasi artistik dapat disejajarkan dengan sundaram (fisikal atau bayu), orientasi estetik dengan satyam (sabda atau sikap mental), dan orientasi kultural dengan shiwam (idep atau spiritual).

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement