REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan, bangsa Indonesia kurang percaya diri dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai identitas diri bangsa saat ini. Hal itu membuat bahasa Indonesia belum menduduki tempat tertinggi.
"Lihat saja penamaan pusat perbelanjaan, perumahan, jalan-jalan dan tempat bisnis. Mereka lebih suka dan bangga menggunakan bahasa asing," kata Nuh dalam acara seminar bahasa dan lokakarya lembaga adat sekaligus pemberian anugerah tokoh bahasa kepada sejumlah tokoh di Jakarta, Senin sore, (18/8).
Dalam kesempatan itu, Nuh memberikan anugerah tokoh bahasa kepada Yudi Latief, Imam Prasojo, dan Radar Pancadhana. "Saya melihat mereka ini pantas mendapatkan anugrah kebahasaan karena menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar,"katanya.
Bahasa Indonesia, ujar Nuh, belum menjadi identitas negara, apalagi sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Makanya dibutuhkan orang-orang yang peduli dengan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Dengan jumlah penutur hampir 350 juta, kata Nuh, seharusnya bangsa Indonesia lebih bangga untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai bagian dari identitas diri bangsa. Ini harus dilakukan agar bahasa Indonesia bisa menjadi bahasa dunia.
Di tempat yang sama, Yudi Latief, salah satu penerima anugerah tokoh bahasa mengatakan, bahasa Indonesia menjadi bahasa yang paling feksibel didunia. Berbagai bahasa yang ada di indonesia mulai dari bahasa Arab, bahasa Sansekerta, hingga bahasa Inggris bisa disesuaikan padanannya dengan kosa bahasa Indonesia.
Menurut Yudi, bahasa Indonesia seperti kuali besar yang menampung segala bahasa. Ini memudahkan untuk mendorong bahasa Indonesia menjadi bahasa dunia.
Agar Indonesia menjadi bahasa dunia, lanjut Yudi, selain jumlah penutur, posisi ekonomi dan politik suatu bangsa juga menentukan kedudukan bahasa. Semakin kuat posisi suatu bahasa dalam bidang ekonomi dan politik maka peluang menjadi bahasa dunia semakin besar.