REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Unit Kerja Mendikbud Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Tutik Rumiyati mengatakan, jumlah SMK Pesantren yang didirikan baru dua persen. Jumlah ini kecil jika dibandingkan dengan seluruh SMK lainnya, Rabu, (3/9).
Sebenarnya, ujar Tutik, jika seluruh pesantren di Indonesia turut mendirikan SMK maka persoalan Pendidikan Menengah Universal (PMU) dan wajib belajar 12 tahun bisa diselesaikan. "SMK Pesantren ini lebih mandiri, mereka tidak begitu tergantung dengan bantuan pemerintah,"ujarnya.
SMK pesantren, kata Tutik, mendapatkan dukungan dari masyarakat, perusahaan, juga pendiri pesantrennya. Ini memang SMK yang berangkat dari masyarakat.
Sistem belajar sama dengan SMK biasa. "Namun memang ada pembiasaaan shalat berjamaah, lalu setiap mau melakukan kegiatan selalu diawali dengan berdoa,"ujar Tutik.
Kendala yang sering dialami SMK Pesantren, terang Tutik, antara lain kurangnya peralatan dan fasilitas pembelajaran. Namun ada juga SMK Pesantren yang sudah punya asrama dan fasilitas bagus.
Kalau ada kendala soal peralatan dan fasilitas, lanjut Tutik, sebenarnya mereka bisa mengusulkan bantuan permintaan peralatan ke Kemendikbud. "Kami sudah banyak memberikan bantuan berupa pembangunan gedung SMK, rehab gedung, juga pemberian peralatan praktek,"katanya.