REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Penyusunan buku pegangan pelajar untuk anak usia SMP seyogyanya musti disajikan dengan bahasa sarat kesantunan.
"Hindari pilihan penggunaan bahasa sarkasme (kasar), atau ayng menjurus perilaku negatif siswa," tutur Sri Hartini, dosen Program Studi (Prodi) Bimbingan Penyuluhan (BP) Universitas Slamet Riyadi (Unisri), Solo, Senin (22/9).
Penyusun buku mata pelajaran (Mapel) untuk siswa SMP, kata Sri Hartini, harus ekstra hati-hati dalam pemilihan kata dalam bahasa. Soalnya, siswa SMP itu peralihan usia dari anak ke menjelang remaja. Perilaku meniru dari apa yang dibaca dari buku pelajaran sangat berpengaruh sekali.
"Dan, yang harus diperhatikan, pola meniru yang sifatnya negatif sangat gampang sekali. Beda kalau meniru yang positif, biasanya lebih sulit. Ingat, anak usia sekolah SMP gampang sekali terkena pengaruh hal yang negatif," kata Sri Hartini.
Kandidat doktor ini sedih, ketika mendengar ada buku Mapel Bahasa Indonesia Kurikulum 2013 (K-13) untuk pelajar SMP/MTs ditemukan di Kabupaten Sukoharjo. Seperti diketahui dalam buku terbitan Erlangga, Surabaya, dalam halaman 225 terdapat kalimat dalam dialog antara kiai dengan pencopet tertulis demikian 'Bangsat! Kurang ajar! Bajingan! Sambar geledek lu'.
Kalimat itu, kata Hartini, sangat tidak pantas. Tidak santun, tidak patut, tidak elok, sebagai pelajaran. Apalagi, sebagai buku Mapel Bahasa Indonesia. Ini sama artinya memberi pelajaran yang tidak baik bagi siswa. Tidak aneh, kalau nanti anak SMP menirukan kata-kata itu menjadi kebiasaan.
Mungkin, penulis ingin menunjukkan pelaku dalam dialog itu mengumpat. Marah. Tapi, bahasa yang dipilih salah besar. Jangankan dengan menggunakan kata-kata kasar, jorok, sarkasme, seperti itu. Orang menyebut orang lain 'pemalas', 'lelet', 'pemalu' saja, sudah dalam kategori bentuk umpatan.
Sri Hartini menyebut fatal, buku Mapel Bahasa Indonesia demikian bisa lolos menjadi buku pegangan K-13. Sebuah buku yang menjadi proyek Kemendiknas, tentu melalui proses seleksi yang tidak gampang. Namun, kalau sampai lolos demikian ini namanya sebuah 'kecelakaan'. Mestinya, orang sekelas penyusun buku berarti sudah mumpuni. Lebih dari itu, dalam ekspert atau hali dibidangnya.
Seyogyanya, buku tersebut segera ditarik dari peredaran. Dan, Sri Hartini yakin sebagian siswa sudah membaca isi buku tersebut. Apalagi, kasus ini sudah terekspose ke media massa. Sudah menjadi kunsumsi publik. Dan, publik ingin mengetahui isi buku tersebut. Terlebih, buku tersebut juga sudah termuat dalam /online/. Dampaknya, sudah tak terbendung lagi.
Sri Hartini juga minta semua pihak turut mengkritisi ketika ada peredaran buku yang tidak pantas, seperti ini. Termasuk orangtua, walimurid, masyarakat, organisasi masyarakat, media, lembaga pendidikan, dan sebagainya, turut andil dalam mengontrol pendidikan masyarakat.
"Tanpa ada kontrol kita bakal terus kecolongan hal seperti ini," katanya.
Pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Sukoharjo juiga belum bertindak menarik kembali buku tersebut. Kepala Bidang (Kabid) SMP, SMA, SMK Disdik Sukoharjo, Dwi Heri Atmojo, mengatakan sedang melakukan konsultasi mengenai masalah itu. Dirinya belum bisa menyebutkan langkah mengatasi kasus itu.
“Saat ini kami sedang di Kemendikbud di Jakarta. Kami juga sekaligus ingin menanyakan masalah itu. Jadi, kami belum bisa memberikan penjelasan nasib buku itu,” kata dia.
Meski demikian, sesampai di Sukoharjo, pihaknya akan melakukan pengecekan apakah isi buku Bahasa Indonesia itu memang memuat kata-kata kotor atau tidak. “Kita akan cek. Terkait ditarik atau tidaknya buku itu, kita masih menunggu hasil konsultasi ke Kemendikbud,” ujarnya.