REPUBLIKA.CO.ID,
“Siapa yang pagi ini mandi dan gosok gigi?”
Pertanyaan ini wajib kulontarkan pada anak-anak didikku di kelas sebelum pelajaran dimulai. Hasilnya, dalam satu kelas, anak-anak yang mandi hanya setengahnya. Anak yang gosok gigi lebih sedikit lagi, hanya seperlimanya. Dari fakta ini dapat disimpulkan bahwa anak-anak didikku belum paham pentingnya kebersihan dan kesehatan.
Sering aku tanya satu per satu mereka, “Kenapa tidak mandi atau gosok gigi?”
“Dingin, Bu Guru.”
“Tidak ada odolnya, Bu Guru.”
“Tidak punya sikat gigi, Bu Guru.”
Huh... Masih banyak lagi alasannya. Aku pun tersenyum karena sikap mereka yang malu-malu. Kembali kulontarkan pertanyaan, “Kenapa kita harus mandi dan gosok gigi?”
Dengan segala keluguan dan kepolosan yang dimiliki, mereka menjawab dengan sangat baik. Mereka tahu betul jawabannya. Entah mengapa jawaban mereka berbeda dengan praktiknya. Ada dua kemungkinan sebabnya: mereka yang malas atau orangtuanya yang tidak peduli. Satu semester pertanyaan itu selalu kulontarkan, namun belum ada perubahan berarti.
I must do something. Saat rapat koordinasi bersama rekan-rekan Tim Buton Sekolah Guru Indonesia, kuutarakan ganjalan di pikiranku. Aku mengutarakan pada keempat temanku bahwa kami harus melakukan sesuatu untuk kesehatan anak-anak Buton—di samping kegiatan rutin mengajar. Ketika itu kami sepakat akan membuat kegiatan seru untuk anak-anak. Waktu pelaksanaan juga kami sepakati.
Awalnya kami berencana mengadakan dongeng dan ajang kreativitas saja, dikarenakan tiadanya dana. Padahal, jauh-jauh hari aku sudah membayangkan bentuk kegiatannya, yakni gosok gigi dan minum susu bersama. Sungguh sayang jika kami membuat kegiatan biasa-biasa saja. Tidak ada pilihan lagi, Tim Buton harus pintar-pintar mencari dana.
Dengan tantangan dalam pendanaan, kegiatan tersebut tetap kami rancang. Kami juga sudah memberi nama kegiatan: Buton Ceria, dengan tema “We Love, We Care-4 that smile”. Tema ini kami buat agar anak-anak Buton tetap selalu ceria dengan senyum sehatnya. Keprihatinan kami pada anak-anak didik yang jarang gosok gigilah sebab tema ini dipilih.
Target awal kami adalah anak-anak didik di tempat kami mengabdi, yaitu MIN Lasalimu, MIN Lakudo, MIN Mawasangka Tengah, SDN 1 Kondowa, dan SDN 1 Rahia ditambah dua sekolah, yaitu Yayasan Ahsanta (mitra Dompet Dhuafa di Buton) dan MIS Nafi’u (sekolah swasta yang butuh perhatian) dengan target 500 penerima manfaat.
Dana yang kami butuhkan terbilang besar. Kami harus mencari dan mengumpulkan donatur seperti yang pernah dilakukan saat membangun fasilitas WC umum di Tambleg, Banten, semasa fase pembinaan di SGI. Malam itu juga aku membuat pesan singkat (SMS) yang berisi ajakan memberikan donasi demi terlaksananya kegiatan kami. Aku mengirim SMS ini ke semua anggota tim, dan meminta mereka mengirimkan lagi ke teman-teman maupun saudara-saudaranya. Ini cara pertama yang kami lakukan.
Aku juga meminta rekanku di tim, Mbak Devi, membuat proposal kegiatan. Proposal tersebut akan kukirimkan ke beberapa pihak seperti Bupati Buton, manajemen SGI di Bogor, dan beberapa pihak lainnya. Untuk keperluan publikasi, aku meminta tolong temanku yang bekerja di salah satu percetakan untuk mendesain.
Pengumpulan donasi dilakukan pula melalui media sosial. Semua daftar pertemanan yang kumiliki dipesani (inbox) satu per satu; dari teman SD sampai dosen semasa kuliah. Alhamdulillah, tak menunggu waktu yang lama kudapatkan jawaban kesiapan mereka untuk membantu. Aku yakin, di luar sana masih banyak orang yang ingin berbagi sebagaimana bunyi tagline kami pada kegiatan ini: berbagi hingga pelosok negeri. Aku berharap, donasi yang terkumpul mampu melebihi target.
Ternyata proposal yang kami kirimkan ke berbagai pihak tidak ada yang berhasil disetujui. Namun, ini bukan akhir perjuangan kami. Allah tampaknya mengajarkan kami untuk lebih kreatif dan giat lagi mengumpulkan dana. Walhasil, meski tidak ada proposal yang cair, hanya dalam dua pekan dana kegiatan yang terkumpul melebihi target. Alhamdulillah.
Kegiatan Buton Ceria dimulai pada 25 Desember 2013 di MIN Lakudo dengan jumlah penerima manfaat 112 anak, Yayasan Ahsanta sebanyak 44 anak, SDN 1 Rahia sebanyak 117 anak, MIN Lasalimu 116 anak, MIS Nafi’u 39 anak, SDN 1 Kondowa 74 anak, MIN Mawasangka Tengah 114 anak. Jadi total ada 616 penerima manfaat.
Kegiatan Buton Ceria berjalan sesuai rencana awal. Kami memulai kegiatan Buton Ceria dengan dongeng bertemakan sakit gigi. Setelah itu, kegiatan dilanjutkan dengan gosok gigi bersama. Anak-anak kemudian diajarkan membuat kreasi origami, outbond, ditutup dengan minum susu bersama.
Penulis :
Agoeng Indri Puspita Lestari
Relawan Sekolah Guru Indonesia – Dompet Dhuafa. Alumnus Universitas Negeri Jakarta ini bertugas di MIN Lasalimu, Lasalimu - Buton – Sulawesi Tenggara.