REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG--Pakar pendidikan yang juga Rektor Universitas PGRI Semarang Dr Muhdi menegaskan pemerintah harus melakukan upaya untuk mengatasi "ledakan" pensiun guru SD yang terjadi.
"Ledakan pensiun atau pensiun guru dalam jumlah besar-besaran, terutama guru SD sebenarnya sudah terjadi sejak 2012 lalu, dan akan berlangsung sampai 2018-2020," katanya di Semarang.
Ia menjelaskan ledakan pensiun guru SD yang sudah terjadi dan berlangsung sampai beberapa tahun ke depan sebenarnya berkaitan dengan penggalakan SD-SD inpres di berbagai wilayah pada era 1970.
Tentunya, kata dia, penggalakan SD-SD inpres semasa Orde Baru itu membutuhkan banyak guru yang diatasi dengan merekrut banyak SDM guru lewat kursus singkat, yang disebut kursus pendidikan guru (KPG).
"Guru-guru yang direkrut semasa SD inpres itu tak hanya yang berpendidikan guru, atau sekolah pendidikan guru (SPG). Namun, banyak juga yang lulusan SMP kemudian dikursuskan lewat KPG itu," katanya.
Sekretaris Umum PGRI Jawa Tengah itu mengungkapkan guru yang diangkat semasa SD inpres memasuki masa pensiun pada tahun-tahun ini, dibuktikan banyaknya guru berusia 50 tahun ke atas ikut sertifikasi.
Muhdi menyebutkan angka pensiun guru di Jateng selama beberapa tahun terakhir sudah cukup tinggi, sekitar 800-1.000 guru/bulan atau sekitar 10.000 guru/tahun, yang didominasi oleh guru-guru SD.
Namun, kata dia, pemerintah belum menyiapkan langkah serius untuk menanggulanginya karena masih mengandalkan keberadaan guru-guru wiyata bakti yang selama ini diperbantukan untuk mengajar di sekolah.
"Hampir seluruh SD, termasuk di Jateng kekurangan guru SD. Kenapa pembelajaran tetap jalan? Ya, karena ada guru wiyata bakti. Padahal, mereka (guru wiyata bakti) tidak digaji pemerintah," katanya.
Dari total jumlah guru di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mencapai 2,9 juta orang, kata dia, sebanyak satu juta orang di antaranya merupakan guru wiyata bakti atau belum guru tetap.
"Namun, keberadaan guru wiyata bakti ini tetap dihitung pemerintah dalam membagi rasio jumlah guru dan siswa sebagai pemetaan. Padahal, status dan penghasilan guru wiyata bakti belum jelas," katanya.
Semestinya, kata dia, pemerintah memikirkan nasib guru-guru wiyata bakti meski tidak bisa mengangkatnya langsung, semisal memperjelas statusnya dan mengikutkan mereka dalam sertifikasi guru.
"Yang tak kalah penting, pemerintah harus melakukan rekrutmen guru dalam jumlah proporsional untuk menutup kekurangan guru karena banyaknya guru yang pensiun, terutama guru-guru SD," pungkas Muhdi.