REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengatakan, kekerasan dalam pendidikan terus dan marak terjadi, seperti kekerasan yang dilakukan antara siswa dengan siswa, senior terhadap junior. Kekerasan ini salah satunya bullying.
Akibat perilaku bullying ini, ujar Retno, 13 siswa SMAN 70 Jakarta dikeluarkan dari sekolahnya. "Kasus ini mengajak kita untuk bercermin menemukan strategi terbaik untuk mengatasi perilaku kekerasan dalam pendidikan," ujarnya, Rabu, (1/10).
Kasus bullying di SMAN 70, kata Retno, membuat sekolah mengembalikan para siswa pelaku kekerasan kepada orangtuanya. Kasus ini sesungguhnya memiliki akar kekerasan berbeda.
Di sekolah itu, ujar Retno, kultur senioritas yang terjadi. Tindakan kekerasan pun tidak lagi dilakukan di lingkungan sekolah, tapi di luar sekolah.
Kuatnya perilaku kekerasan, terang Retno, bahkan bisa membungkam korban untuk tidak melaporkan kepada pihak sekolah. Ada ketidakpercayaan pada pihak sekolah untuk melaporkan perilaku kekerasan karena akan berakibat fatal bagi korban dalam proses pendidikan selanjutnya.
Kekerasan, kata Retno, sudah menjadi laten dan kurikulum tersembunyi. Hal seperti itu sering kali tidak dapat terdeteksi.
Kekerasan dalam pendidikan, ujar Retno, sudah menjadi kultur yang tak mampu diatasi bahkan oleh pemimpin sekolah sekalipun. Bila kekerasan sudah menjadi cara bertindak, solusi pemberian hukuman bagi pelaku sesungguhnya tidak akan menyelesaikan persoalan.