Kamis 16 Oct 2014 17:15 WIB

Publikasi Karya Ilmiah Butuh Dukungan Media Massa

Rep: C85/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
Media massa terbitan Ibu Kota.
Foto: Republika/Erik PP
Media massa terbitan Ibu Kota.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Beredarnya mi berformalin di Jakarta belakangan ini, menunjukkan masih lemahnya pengawasan makanan oleh pemerintah. Namun, menurut Hardinsyah, seorang pengamat pangan dari IPB, masyarakat juga memiliki peran penting dalam mencegah beredarnya bahan makanan berbahaya.

"Masyarakat juga harus teredukasi dengan baik," jelasnya kepada ROL, Kamis (16/10) di sela memberikan kuliah umum di Jakarta. Terkait edukasi untuk masyarakat ini lah, Hardinsyah secara khusus meminta peran serta media massa untuk turut memberikan informasi yang tepat bagi publik.

"Media juga peran penting untuk mendidik. Misalnya, ikut memublikasikan karya ilmiah," ujarnya. Media, menurut dia, haruslah berorientasi kepada edukasi terhadap masyarakat. Hardinsyah mengambil contoh, masyarakat akan lebih paham tentang makanan yang baik dan buruk bila media juga dengan gencar mengampanyekannya. "Misalnya tentang makanan yang bisa mencegah osteoporosis itu apa aja," lanjutnya.

Namun, Hardinsyah mengaku hingga saat ini pembekalan untuk para jurnalis tentang menulis artikel ilmiah masih sangat minim. Padahal menurutnya, karya ilmiah harus ditulis secara akurat sesuai data dari si peneliti.

"Di Indonesia belum banyak pelatihan bagi jurnalis untuk transfer dari karya ilmiah menjadi tulisan populer untuk publik," jelasnya. Penemuan-penemuan terbaru tentang pangan dan kesehatan ini, lanjutnya, dapat mendorong masyarakat untuk lebih selektif dalam mengonsumsi bahan makanan. Efek selanjutnya adalah pelaku bisnis pangan akan terdorong untuk mengolah makanan sehat bagi konsumen.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement