REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Direktur Jendral Pendidikan Dasar (Dirjen Dikdas) Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan, Kemendikbud berupaya memberikan layanan pendidikan kepada anak-anak difabel atau berkebutuhan khusus seluas-luasnya. Namun sampai saat ini anak difabel yang mendapatkan pelayanan pendidikan baru sekitar 125 ribu anak dari 350 ribu anak.
Makanya, ia menyerukan agar Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK) serta sekolah-sekolah dan guru SLB membuka pintu seluas-luasnya bagi anak difabel untuk mendapatkan pendidikan. "Jangan sampai anak difabel atau berkebutuhan khusus dibiarkan terlewat pendidikannya," katanya di dalam acara Gebyar dan Lomba Keberbakatan PKLK Dikdas 2014 di Solo, Rabu, (12/11).
Guru-guru dan sekolah SLB, kata Hamid, harus mencari dengan sungguh-sungguh anak-anak difabel yang ada di lingkungan sekitarnya. Kalau menemukan anak berkebutuhan khusus yang belum bersekolah, harus segera diajak masuk sekolah.
Kalau sekolah reguler biasanya yang aktif mencari orangtua siswa. Berbeda dengan tipikal SLB, biasanya orangtua cenderung pasif. "Makanya kalau ada anak difabel mendaftar sekolah, jangan sampai ditolak dengan alasanan apapun. Jangan dijadikan kekurangan guru atau kapasitas kelas yang tak muat dijadikan alasan menolak,"ujar Hamid.
Para guru, kepala sekolah, lanjutnya, dilarang menolak anak difabel yang ingin bersekolah. Tidak ada alasan apapun menolak mereka sebab mereka juga memiliki hak mendapat pendidikan yang sama. Kalau guru dan kelas kurang, kata Hamid, itu bisa diusahakan. Fasilitas bisa diupayakan diperbaiki.
"Kalau anak difabel sampai tidak diterima di SLB, sepanjang masa anak tersebut tidak akan kembali untuk mendaftar. Makanya kepala sekolah, guru harus memberi kesempatan kepada mereka untuk masuk,"ujarnya.