REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mempersilakan perusahaan maupun pihak swasta membangun sekolah luar biasa (SLB) maupun sekolah inklusif berdasarkan pemetaan kebutuhan anak difabel.
“Sebaiknya sekolah yang diperbanyak itu, apakah SLB atau sekolah inklusif tergantung pemetaan di daerah masing-masing,” ujar Dirjen Pendidikan Dasar (Dikdas) Kemendikbud Hamid Muhammad, Kamis (20/11).
Sebagai contoh, lanjut Hamid, jika di suatu daerah jumlah anak difabel lebih banyak dan terkonsentrasi di suatu tempat, maka lebih baik dibangun SLB. Namun, kalau ternyata anak difabel atau berkebutuhan khusus berpencar, sebaiknya dibangun sekolah inklusif.
Ia pun menginformasikan, jika ada SLB yang ingin menambah ruang kelas karena muridnya terlalu banyak, pemerintah siap menggelontorkan dana bantuan APBN.
Masyarakat juga harus proaktif memasukkan anak-anaknya yang difabel untuk bersekolah.
"Kalau misal ada anak difabel yang kurang mampu, tidak masalah nanti ada Bantuan Siswa Miskin (BSM), kami terbuka menerima mereka,"katanya.
Berdasarkan data Kemendikbud saat ini sudah terdapat 1.800 SLB yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Pembangunan SLB masih terus dilanjutkan di berbagai daerah sampai saat ini.
Chairman K-Link Care Foundation Datin Roziyaton Jamaludin mengatakan, pihaknya berupaya membantu peningkatan pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus dengan mendirikan sekolah dan tempat terapi untuk anak-anak berkebutuhan khusus di Cileungsi, Bogor.
Ia optimis gedung sekolah dan terapi berkapasitas 50 anak tersebut bisa segera terealisasikan dalam dua tahun ke depan.