REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengatakan, saat ini yang perlu dipikirkan bukan soal menghapuskan UN. Namun bagaimana cara pelaksanaan UN dan pemanfaatanya, misalnya saja UN untuk pemetaan.
"Soal menghapus atau tidak UN jangan terus-menerus dibahas. Kasihan anak-anak, UN menjadi pembicaraan yang tidak terarah," kata Anies, di Jakarta, Kamis (27/11).
Intinya, ujar dia, UN saat ini sedang di-review. Kalau soal proporsi kelulusan sendiri, sebenarnya UN sudah bukan lagi menjadi penentu kelulusan.
Namun memang masih terdapat masalah yakni, proses belajar yang dilakukan selama ini di sekolah untuk menjawab ujian. Padahal harus dibedakan antara studying dan learning.
"Sebenarnya yang dibutuhkan anak-anak itu learning. Tapi yang terjadi sekarang ini adalah studying untuk menjawab pertanyaan ujian," katanya.
Ini, terang Anies, membuat anak-anak menjadi penguasaannya hanya pada low order thingking. Padahal bukan ini yang diharapkan, makanya harus diubah.
"Saya sedang mereview UN. Selain itu juga meminta pendapat kepada beberapa orang yang melakukan evaluasi terhadap UN," ujarnya.
Perlu dicarikan solusi bukan hanya UN tapi evaluasi keseluruhan. Jangan sampai UN disamakan dengan hasil belajar seorang siswa.
"Kami ingin mendorong peningkatan kualitas pendidikan, kualitas guru. Ini sangat penting," kata Anies
Sementara itu, seorang Siswa SMP Swasta di Pamulang, Salsa meminta agar UN dihapuskan. "Sebaiknya tidak perlu ada UN sebab UN hanya membuat stres," katanya.
Lebih baik, ujar Salsa, UN untuk digunakan untuk mengukur kemampuan siswa saja namun tidak mempengaruhi kelulusan. "Teman-teman saya juga banyak yang mengeluhkan kalau UN bikin pusing," ujarnya.
Mereka juga meminta agar UN dihapuskan saja. Sekarang ini semua anak belajar hanya mengejar UN.