Senin 15 Dec 2014 15:23 WIB

Sekolah Inklusi Kekurangan Guru

Rep: Edy Setiyoko/ Red: Indah Wulandari
Salah seorang siswa inklusi saat mengikuti Ujian Nasional (UN).
Foto: Antara
Salah seorang siswa inklusi saat mengikuti Ujian Nasional (UN).

REPUBLIKA.CO.ID,SUKOHARJO--Program sekolah inklusi di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah masih kekurangan tenaga pengajar. Kondisi ini mengakibatkan program sekolah untuk anak berkebutuhan khusus berjalan tidak maksimal.

"Kendala saat ini, tenaga pengajar yang masih kurang. Makanya, kami dorong Dinas Pendidikan (Dispendik) melakukan pelatihan terhadap guru reguler untuk menjadi guru sekolah inklusi,'' kata Ketua Harian Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Penyandang Sisabilitas Kabupaten Sukoharjo, Edi Supriyanto, Senin (15/12).

Ia mengatakan, program sekolah inklusi terdapat di empat sekolah dasar. Di antaranya, SD Ngreco V dan SD Karangwuni I di Kecamatan Weru. Sedang di Kecamatan Grogol di SD Kadokan V dan SD Bulakan I.

Namun, ujar Edi, keberadaan sekolah itu baru bisa menjangkau anak dengan keterbelakangan mental saja. Belum ada pengajar untuk anak tuna netra.

“Pada prinsipnya, sekolah ini hanya perlu inovasi dan kreatif saja untuk melakukan program,” ulas Edi.

Lantaran tenaga pengajar bisa diambil dari guru reguler yang diberi pelatihan menangani siswa berkebutuhan khusus. Sayangnya, pihak Dispendik setempat, menurut Edi, menilai guru sekolah inklusi hanya boleh dari kalangan guru sekolah luar biasa.

Menurut Kepala Seksi Kurikulum Pendidikan Dasar dan Anak Usia Dini Dispendik Sukoharjo, Hasto Daryanto, apabila diteliti setiap sekolah, baik inklusi maupun bukan, terdapat ABK (anak berkebutuhan khusus)  dengan prioritas tertentu. Sehingga, ia berpendapat bahwa ABK membutuhkan pelayanan individual.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement