REPUBLIKA.CO.ID, NGANJUK -- Permasalahan yang mendera para petani di Kabupaten Nganjuk terjawab sudah. Ini terjadi setelah sejumlah mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan riset di daerah tersebut belum lama ini.
Masalah yang dihadapi petani yakni banyaknya sawah gagal panen dalam jumlah cukup besar. Kegagalan tersebut disebabkan oleh hama wereng coklat, sundip, belup, kresek, dan penyakit potong leher. Di samping itu, curah hujan, rusaknya saluran irigasi menyebabkan debit air yang mengalir tidak optimal. Air irigasi tersebut berasal dari waduk bening yang hulunya ada di Desa Mlorah, di perbatasan Madiun-Nganjuk.
Atas keluhan tersebut, sejumlah mahasiswa yang tengah melakukan Kegiatan IPB Goes To Field (IGTF) serentak melakukan survei.Pada kegiatan ini, mahasiswa melakukan perkenalan dengan perangkat dan warga desa.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, para mahasiswa melakukan pengujian kesuburan sampel tanah. Pengujian kesuburan tanah di enam desa di Kabupaten Nganjuk dilakukan melalui dua cara yaitu pengujian tanah kering dan tanah sawah. Selain itu dilakukan juga social mapping. Social mapping merupakan salah satu metode untuk mengetahui kondisi kehidupan masyarakat di suatu wilayah.
Dari hasil survei diketahui sebagian besar petani menghadapi sejumlah masalah dalam usaha taninya, di antaranya hama dan penyakit yang merusak tanamannya yaitu wereng, walang sangit dan penyakit potong leher. Para petani seringkali mengeluhkan penyakit potong leher yang mengakibatkan terjadinya gagal panen. Penyakit potong leher ini terjadi pada lahan budidaya yang kekurangan unsur K (Kalium).
Setelah dilakukan rapat koordinasi, identifikasi jaringan irigasi dan Focus Group Discussion (FGD), tim mahasiswa ini berhasil memetakan kesuburan tanah dan peta kondisi jaringan irigasi. Salah satu yang menarik adalah mahasiswa dapat membuktikan, maraknya penyakit potong leher di Nganjuk Utara berdasarkan peta yang dibuat adalah karena rendahnya kadar Kalium dalam tanah.
Temuan ini diperkuat dengan kebiasaan petani yang jarang, bahkan tidak pernah dirasa menggunakan pupuk KCl. Alasannya, karena harganya yang amat mahal. Hal inilah yang menyebabkan tanah sangat kekurangan unsur Kalium. Untuk mengatasinya diperlukan penggunaan unsur K yang cukup. Unsur K ini dapat diperoleh dengan mudah dari jerami yang sudah membusuk di tanah. Tim mahasiswa IPB berupaya menyadarkan masyarakat petani untuk tidak membawa jerami ke rumahnya, karena biomassa jerami sangat berguna dalam perbaikan unsur tanah.
Keluhan lain dari para petani adalah masalah irigasi. Khususnya di Desa Ngangkatan, program irigasi terjadi karena adanya perbedaan elevasi yang cukup tinggi antara sungai dengan sawah yang menyebabkan air sungai tidak dapat dibendung. Mahasiswa IPB juga merekomendasi berapa takaran pupuk yang harus disuplai ke tanah, jika kondisi tanahnya rendah, sedang, atau tinggi untuk suatu kadar hara tertentu.