REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-- Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak menyetujui rencana Menteri tenaga Kerja, Hanif Dhakiri yang akan melarang Tenaga Kerja Asing (TKA) untuk profesi guru dan dosen teologi dan agama masuk ke Indonesia.
Hal tersebut disampaikan oleh ketua MUI bidang pendidikan, Anwar Abbas. Ia mengatakan, tindakan pemerintah tersebut terlalu berlebihan. Selain itu, ancaman radikalisme agama bukan hanya dapat dibawa oleh guru dan dosen agama saja, tetapi juga bisa dibawa oleh guru dan dosen bidang studi lain seperti guru fisika, matematika dan lain sebagainya.
"Kok rasanya terlalu berlebihan sehingga harus melarang semua guru dan dosen agama yang berasal dari luar negeri untuk mengajar di indonesia. Oleh karena itu menurut saya, kebijakan ini sangat mudah disiasati karena terlalu menyederhanakan masalah," ujar Anwar Abbas kepada Republika, Sabtu (3/1).
Sebab, kata dia, kalau ada orang yang mau masuk membawa ideologinya ke suatu negara, berbagai cara pasti akan ditempuh. Misalnya, dengan mengubah modusnya dengan memasukkan guru dan dosen bidang studi lain seperti bidang studi ekonomi, komputer dan lain-lain. Sehingga ideologi mereka bisa berkembang.
Ia menjelaskan, yang lebih penting dilakukan oleh pemerintah yakni bagaimana bisa meningkatkan pertahanan diri agar bangsa Indonesia tidak mudah di rusak oleh ideologi yang datang dan tidak sesuai dengan pancasila.
Menurutnya, langkah ini dapat ditempuh dengan cara melakukan fungsionalisasi kemitraan antara pemerintah dan elemen-elemen masyarakat seperti NU, Muhammadiyah dan lain sebagaianya. Cara seperti ini akan lebih penting dan ampuh untuk menanggulangi radikalisme daripada melarang TKA.
Ia juga mengatakan, Ideologi radikalisme akan sangat mudah tumbuh dan berkembang di masyarakat yang tingkat kemiskinan, ketidakadilan dan diskriminasinya tinggi.
"Oleh karena itu kalau pemerintah mau membendung radikalisme, tidak perlu sampai melarang guru-guru dan dosen agama dari luar negeri masuk ke negara kita. Tetapi cukup kita bekerja keras menghapus masalah kemiskinan, ketidakadilan dan diskriminasi di negeri ini secara serius dan sungguh-sungguh," katanya.
Ia menambahkan, selama pemerintah tidak bisa memperlihatkan keseriusan dan menunjukkan hasil dalam menghapus kemiskinan, ketidakadilan dan diskriminasi maka ideologi Indonesia akan selalu terancam dan digerogoti.