REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kementerian Ketenagakerjaan akan merevisi Permenaker Nomor 40 Tahun 2012 sehingga guru-guru agama dari luar negeri tidak diperkenankan lagi mengajar di Indonesia.
Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Syuhada Bahri tidak setuju dengan langkah kebijakan Kemenaker tersebut.
“Kami tidak sepakat dengan larangan itu. Jadi yang mau dicari pemerintah ini apa? Justru ini akan memperburuk citra, jangan sampai pemerintah kita sekarang dianggap anti-pendidikan Islam,” kata Syuhada, Selasa (20/1).
Syuhada menginginkan agar lebih baik Kemenaker melakukan pendataan yang tepat mengenai nama-nama, asal negara, dan kecenderungan pemikiran dari masing-masing tenaga pengajar agama asing yang hendak masuk ke Indonesia.
Menurutnya, filterisasi demikian penting sehingga guru agama asing yang membahayakan para anak didik di Indonesia tidak bisa masuk.
“Sekarang, menteri itu (Menaker) mendata saja, guru-guru agama asing yang memang dari kelompok radikalisme siapa saja dan dari mana saja,” ujar Syuhada.
Ia juga mengingatkan, dewasa ini dunia internasional kian hidup dalam nuansa global sehingga batas-batas kedaulatan tiap negara kian memudar. Sehingga, situasi global ini hendaknya menjadi jalan yang memudahkan penyebaran ilmu agama lintas negara.
Ia mencontohkan, Rasullullah SAW dahulu mengatakan, tuntutlah ilmu hingga ke negeri Cina. Namun, kini guru-guru Cina itulah yang banyak datang ke Tanah Air.
Demikian pula, bila dahulu banyak orang Indonesia yang datang menuntut ilmu ke Mekkah, kini tidak sedikit ulama Mekkah yang datang ke Tanah Air demi penyebaran pendidikan agama.