Ahad 08 Feb 2015 18:13 WIB

Awalnya SMPIT Bina Insan Unggul Bidik Kalangan Yatim dan Dhuafa

Rep: Joko Suceno/ Red: Agung Sasongko
Ratusan anak yatim dan dhuafa bersama-sama membaca Alquran.
Foto: Republika/Edi Yusuf
Ratusan anak yatim dan dhuafa bersama-sama membaca Alquran.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Keberadaan Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT) Bina Insan Unggul (BIU) yang berlokasi di Jl Terusan Halimun No 37, Kota Bandung, sangat dirasakan manfaatnya oleh sebagian anak yatim dan kaum dhuafa. Sekolah yang berada dibawah naungan Yayasan Rumah Yatim Arrohman Indonesia ini memberikan harapan kepada mereka mendapatkan pendidikan yang layak tanpa harus terbebani oleh biaya.

‘’Menyelenggarakan pendidikan bagi anak yatim dan kaum dhuafa merupakan cita-cita kami sejak sekolah ini berdiri empat tahun lalu,’’kata Pembina Yayasan Rumah Yatim Arrohman, Ahmad Jaeni kepada ROL, Ahad (8/2).

Menurut Ahmad, Yayasan Rumah Yatim tak hanya menyelenggarakan pendidikan di tingkat SMP saja. Ada dua jenjang yang juga menjadi garapan yaysan ini, yaitu  tingkat SD dan SMA. Untuk tingkat SMA, kata dia, nama sekolah sama dengan SMP, yaitu Bina Insan Unggul. Sedangkan untuk tingkat SD, menggunakan nama El Fitra.

‘’Jadi tiga jenjang yang kita selenggarakan. Kita ingin menyelenggarakan pendidikan unggul yang bisa dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat,’’kata dia.

Dikatakan Ahmad, pendidikan yang diselenggarakan oleh Yayasan Rumah Yatim awalnya memang membidik kalangan anak yaitim dan kaum dhuafa. Namun dalam perkembangannya, kata dia, pihak yayasan menetapkan pendidikan yang diselenggarakan harusn bisa dinikmati oleh semua kalangan, mulai dari kalangan tak mampu sampai masyarakat yang berada. Karena itu, kata dia, konsep subsidi silang pun akhirnya diterapkan oleh sekolah ini. ‘

’Konsep subsidi silang ini menurut hemat kami sangat mendidik, baik untuk kalangan mampu maupun masyarakat bawah,’’ujar dia.

Kebijakan tersebut, sambung Ahmad, tidak mengurangi niat awal yayasan dalam menyelenggarakan pendidikan bagi kalangan yatim dan dhuafa. Kelompok masyarakat ini, kata dia, tetap bisa mendapatkan layanan pendidikan tanpa terbebani biaya.

‘’Bagi masyarakat yang memang benar-benar tak mampu tentu biaya yang harus dikeluarkannya pun berbeda dengan kelompok masyarakat berada. Bahkan setelah melalui penilaian, ada siswa yang tidak dibebani biaya pendidikan,’’tutur dia.

Untuk jenjang SD, sambung Ahmad, pihaknya menggunakan nama El Fitra dan berkolasi di Jl Cibodas, Antapani. Sekolah ini, imbuh dia, banyak diminati oleh orangtua dari kalangan kelas menengah ke atas. Meski demikian, pihaknya tetap mengakomodir sisw dari masyarakat tak mampu. Sistem subsidi silang tetap diterapkan dalam sistem pendidikan di tingkat SD ini.

‘’Nama El Fitra digunakan lantaran untuk tingkat SD nama Bina Insan Unggul sudah ada yang memakainya. Mungkin ke depan kita akan mengganti namanya agar segaram menjadi El Fitra,’’kata dia menandaskan.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement