REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maraknya pornografi di Indonesia, dinilai menjadi bukti kegagalan dunia pendidikan. Itu juga menunjukkan rontoknya peran lembaga-lembaga keagamaan di republik ini.
“Lihatlah, dekadensi moral semakin meluas di mana-mana dan kesakralan lembaga perkawinan dan keluarga semakin terancam, yang pada guliran berikutnya akan mempercepat proses pembusukan sebuah generasi dan kehancuran kita sebagai bangsa yang beradab,” kata pakar dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Dr Aceng Ruhendi Saifullah M Hum, kepada ROL, Selasa (9/2).
Dari sudut pandang agama, menurut Aceng, maraknya pornografi jelas mengundang murka Allah Swt, baik secara pribadi-pribadi maupun secara berjamaah. Untuk itu, Lektor Kepala di UPI ini menginginkan agama tidak sekedar menjadi rutinitas, ritualisme, dan lipstikisme agar tidak kehilangan relevansinya dan fungsinya lagi dalam membendung arus budaya negatif seperti pornografi.
“Misalnya, orang shalat cenderung tidak lagi atas dasar ketaatan terhadap perintah Allah dan keyakinan dapat mencegah dari perbuatan dosa, tetapi lebih merupakan untuk menggugurkan kewajiban atau sekadar pencitraan sebagai seorang muslim semata,” tukas doktor bidang pendidikan semiotik dan pragmatik jebolan Universitas Indonesia (UI) ini.
Aceng berpendapat, pemahaman dan pengamalan nilai-nilai agama harus dikembangkan sedini mungkin di tengah keluarga. Sensitivitas masyarakat terhadap prooduk-produk pornografi harus segera dibangun dan disosialisasikan secara sistematis dan masif. Pemerintah harus konsisten dalam mengembangkan agenda melindungi masyarakat dari pengaruh negatif pornografi.
“Masyarakat dan pemerintah yang cenderung hipokrit, hedonis, dan permisif adalah lahan yang subur mewabahnya pornografi,” tutupnya.