REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten mengharapkan kesiapan sekolah yang dijadikan Pilot Project atau Percontohan dalam uji coba Ujian Nasional (UN) Online. DPRD mengharapkan, penerapan UN Online tak dijadikan momok bagi sekolah.
“Saya rasa sekolah jangan terlebih dahulu menilai buruk tentang ujian online ini. Apalagi sampai merasa dijadikan kelinci percobaan,” kata Anggota Komisi 5 DPRD Provinsi Banten, Suryadi, Selas (17/2).
Pasalnya, menurut Suryadi, UN online ini seharusnya dijadikan patokan untuk maju, karena menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada akhir 2015 ini, masyarakat harus terbiasa dengan sistem komputerisasi atau sistem digital.
Ia juga mengatakan, jika sekolah yang sudah sanggup melaksanakan UN Online dengan kesiapan infrastrukturnya, agar tak perlu takut melaksanakan UN dengan sistem mengerjakan menggunakan komputer ini.
Namun, Anggota Fraksi PKB ini juga tak menyalahkan ketakutan siswa karena sitem baru ini. “Tapi kita memang harus memulainya, agar kita mulai terbiasa, dan tentu kalau sudah terbiasa dengan sistem ini, banyak keuntungannya, karena diluar negeri sudah banyak yang menerapkan ini,” ungkapnya.
Keuntungan yang diperolah dengan sistem komputerisasi ini, lanjut Suryadi, tentunya penghematan anggaran, kemudian tak takut lagi siswa mecontek dengan siswa lainnya, karena mengerjakan soal yang berbeda, meski dengan bobot soal yang sama.
Sebelumnya, meski menjadi salah satu sekolah yang ditunjuk sebagai Pilot Project UN Online, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMAN 1 Serang, mengaku tak akan melaksanan UN online. Selain karena jumlah computer yang tidak memenuhi syarat, pihak sekolah juga tak ingin siswanya dijadikan kelinci percobaan pada uji coba UN Online ini.
Sementara, Ketua Pelaksana Ujian Nasional Provinsi Banten, Rukman Tedi mengungkapkan dari 30 sekolah yang ditunjuk melaksanakan UN Online, ada sebanyak 16 sekolah yang sudah sanggup menggelar UN Online.
Tedi menjelaskan, dari 16 sekolah yang siap melaksanakan UN Online tersebut, tujuh di antaranya merupakan Sekolah Menengah Atas (SMA), sementara sembilan sisanya merupakan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sedangkan untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) belum ada satupun yang menyatakan siap menggelar ujian online.