REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah meminta Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mengklarifikasi data yang dikeluarkan mereka beberapa hari yang lalu. Data yang menyebutkan ribuan desa tidak memiliki Sekolah Dasar (SD).
"Saat ini, kami masih menunggu klarifikasi dari BPS terkait data yang dikeluarkan itu. Yang dimaksud itu, daerah mana saja dan apakah daerah itu juga tidak memiliki Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau hanya SD dan apakah tidak ada paket A," ujar Direktur Jenderal Hamid Muhammad, kepada ROL, Rabu (19/2).
Pasalnya, ia melanjutkan, saat ini tercatat ada sekitar 148 ribu SD dan sekitar 175 ribu MI. Jadi, perkiraannya setiap desa seharusnya memiliki dua SD atau MI dan memiliki program paket A.
Oleh kareanya, Kemendikbud meminta BPS memberikan perincian terkait data itu. Apabila benar adanya, dan desa itu membutuhkan SD maka Kemendikbud akan membantu pembangunan sekolah. Mengingat, tugas membangun sekolah di daerah-daerah merupakan tugas dari Pemerintahan Daerah (Pemda).
Lagi pula, sudah diberlakukannya otonomi daerah dan sudah menjadi menjadi kewajiban daerah untuk membangun daerah itu termasuk sekolah. Dan, pemerintah bertugas untuk memberikan dukungan.
"Tidak semua bisa dikerjakan pemerintah pusat sekaligus dan sekarang sudah ada otonomi daerah," lanjutnya. Dalam undang-undang pun tidak ada yang menyebutkna ketentuan harus berapa SD yang ada di setiap desanya.
Ia menenakan, sepanjang keberadaan sekolah itu dibuuthkan maka akan dibangunkan sekolahnya oleh pemda dan dibantu pemerintah pusat. Dan, apabila jangakan sekolah formal tidak bisa mencapai daerah itu,
Maka, pendidikan dapat diperoleh dengan memanfaatkan komunitas belajar masyarakat. Melalui komunitas itu, pendidikan formal pun tidak mesti diwajibkan dan bisa mengikuti pelaksanaan Paket A atau keseteraan.
Hamid menyebutkan, pada tahun ajaran baru ini ada 15 SD yang mengajukan pembangunan gedung sekolah dan sebagian besar berada di wilayah terdepan, tertinggal dan terluar (3T), seperti Nusa Tenggara Timur. Mengingat, APBN saat ini lebih diprioritaskna untuk pengembangan sekolah di wilayah 3T.
"Perlu diingat pula bahwa hanya Pemda yang berhak mengangkat guru, kecuali guru yang ditugaskan dalam program pengembangan pendidikan di wilayah 3T," tegasnya.