REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Chemica, merupakan satu-satunya sekolah analis kimia swasta yang ada di Kota Bandung.
Sekolah yang berdiri sejak 2002 ini berlokasi di Jl Muhammad No 17 Kelurahan Pamoyanan, Kecamatan Cicendo. Sejak awal berdiri hingga sekarang, sekolah ini tetap mempertahankan jumlah peserta didiknya.
"Maksimal kami hanya menerima 40 siswa setiap angkatannya," kata Kepala Sekolah SMK Chemica, Drs H Firman Solihat, kepada Republika.
Dikatakan Firman, sekolah kejuruan yang menyelenggarakan pendidikan jurusan analis kimia di Kota Bandung hanya ada di SMK Negeri 13. Jumlah pendaftar di sekolah ini sangat membludag.
Tingginya minat siswa mengambil jurusan kimia ini tak tertampung oleh SMK negeri. Karena itu Yayasan Chemica Indonesia, yang menaungi SMK Chemica, akhirnya membuka program ini. "Banyak siswa yang tidak tertampung di SMKN 13 akhirnya bersekolah di SMK Chemica," tutur dia.
Menurut Firman ada alasan mengapa lembaga pendidikan kejuruan yang dipimpinnya membatasi jumlah peserta didik. Pertama, kata dia, fasilitas sekolah tak bisa digunakan untuk peserta didik lebih dari 40 orang.
Selain itu, ia menambahkan, sejak awal berdiri lembaga pendidikan ini berkomitmen menghasilkan lulusan berkualitas dan siap bekerja di berbagai industri.
"Komitmen ini sangat kami jaga. Sebenarnya banyak siswa yang mendaptar ke sekolah kami. Tapi kami membatasi jumlah peserta didik," ujar dia.
Komitmen tersebut, lanjut Firman mendapat apresiasi dari kalangan industri yang membutuhkan tenaga siap pakai bidang analis kimia. Ini dibuktikan para lulusan sekolah ini yang diterima bekerja di berbagai industri meski mereka belum diwisuda.
"Sejak lulusan pertama pada 2006 hingga sekarang ini lulusan sekolah kami mudah terserap di berbagai perusahaan. Bahkan sebelum diwisuda pun mereka sudah diterima bekerja di sejumlah industri," kata dia yang juga pengajar di Sekolah Tinggi Analis Bhakti Asik Bandung ini.
Siswa SMK Chemica, harus menempuh pendidikan selama empat tahun sebelum dinyatakan lulus. Selama tiga tahu, kata Firman, siswa mendapatkan pelajaran teori. Sedangkan di tahun ke empat, mereka harus menjalani praktek di sejumlah perusahaan.
Setelah menempuh pendidikan teori dan praktik, mereka pun bisa diwisuda. Saat kelulusan, siswa sekolah ini layaknya seorang sarjana yang diwisuda. "Biasanya setelah mengikuti ujian nasional (UN) dan dinyatakan lulus mereka baru melamar ke sejumlah perusahaan," imbuh dia.
Sebagian besar siswa di sekolah ini, sambung Firman, adalah perempuan yang mencapai 80 persen. Kondisi ini terjadi sejak sekolah ini berdiri 13 tahun lalu.
Ia mengakui siswa perempuan lebih teliti dibanding siswa laki-laki. Ketelitian ini, imbuh dia, merupakan salah satu karakter dari seorang analis kimia.
"Siswa lulusan analis kimia banyak dibutuhkan oleh kalangan industri pertambangan di Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Namun permintaan lulusan siswa laki-laki ini sulit dipenuhi," imbuh dia.