REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) meluncurkan situs sahabat.kemdikbud.go.id sebagai respons maraknya kejadian jembatan ambruk yang mengorbankan akses anak-anak sekolah.
Anies menuturkan, siapapun bisa melaporkan adanya jembatan putus yang menghambat akses pendidikan. Dalam hal ini, Kemdikbud mengaku sudah bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen-PUPR), sehingga laporan dari masyarakat bisa ditindaklanjuti dalam waktu dekat.
"Kita tidak bisa pastikan, tapi segera. Sudah ada anggarannya di PU," ujar Anies Baswedan, Jumat (13/3) di Kantor Kemdikbud, Jakarta.
Bagaimanapun, kata Anies, seringkali ditemui bahwa risiko yang dihadapi anak-anak untuk sampai ke sekolah justru disebabkan sikap abai orang tuanya. Misalkan, di kota-kota besar banyak orang tua yang mengizinkan anaknya pergi ke sekolah dengan mengendarai sepeda motor. Padahal, anak itu belum cukup umur.
"Kerja sama dengan orang tua itu penting. Harus diingat bahwa anak-anak itu diantarkan ke sekolah untuk masa depan yang lebih baik. Jadi jangan mengantarkan anak dengan risiko yang besar," tegas Anies.
Di sisi lain, Anies menjelaskan, banyak pula orang tua yang memang tidak punya pilihan lain. Mereka terpaksa mengantarkan anaknya ke sekolah dengan risiko amat besar di jalan. Misalnya, anak-anal di Lebak, Banten, yang mesti melintasi jembatan genting, yang akhirnya pada Selasa (10/3) lalu ambruk.
"Di daerah pelosok, sering sekali kita temukan. Kalau memutar, itu dua jam. Tapi kalau melintasi, 15 menit sampai tapi dengan risiko. Di situ negara harus hadir," kata dia.