REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan teknologi membuat arus informasi mengalir deras. Masyarakat, khususnya generasi muda (pelajar) dengan mudah mengakses informasi tersebut nyaris tanpa kontrol. Baik yang positif ataupun informasi yang berseberangan dengan nilai dan kultur budaya Indonesia (negatif).
Jika hal itu dibiarkan maka bukan tidak mungkin paham radikalisme tertanam dan kemudian berkembang menjadi radikalisme tindakan seperti kekerasan dan tawuran, atau bahkan yang lebih bahaya adalah ancaman terorisme.
Untuk itu diperlukan filter atau penyaring yang tertanam dengan baik di setiap diri masyarakat, khususnya generasi muda (pelajar).
"Indonesia sesungguhnya sudah punya pondasi itu. Yaitu Pancasila dengan nilai-nilai yang ada di dalamnya," ujar Direktur Klinik Pancasila, Dr Dodi Susanto.
Di sila pertama misalnya, terdapat nilai-nilai ketuhanan. Sehingga persoalan-persoalan yang ditimbulkan akibat hilangnya nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan bisa teratasi.
"Begitu juga nilai-nilai dari sila lainnya yang dapat menciptakan anak yang ramah, mengutamakan persatuan, mengedepankan musyawarah mufakat untuk menjadi salah satu energi kebangsaan," ujar Dodi.
Melihat pentingnya pemahaman nilai tersebut, Klinik Pancasila bekerja sama dengan Baharkam Mabes Polri, Kementerian Pendidikan dan Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan Diatamma Comunication menggulirkan kampanye "Gerakan Cinta Pancasila".
Kampanye ini digulirkan untuk mengembalikan nilai-nilai toleransi yang terkandung dalam lima sila Pancasila sehingga dapat menjadi pondasi yang kuat bagi generasi bangsa.
"Tujuan kegiatan ini, yang paling penting adalah agar Pancasila menjadi filter terhadap kepungan informasi yang sangat deras, yang tidak bisa terkontrol," ujar Emma Holiza dari Diatama Communication dalam jumpa pers peluncuran program "Gerakan Cinta Pancasila", di Jakarta.
Dalam kampanye ini Emma mengatakan pihaknya membuat satu desain komunikasi yang khas anak muda, agar nilai-nilai yang ingin disampaikan dapat tersampaikan dengan baik.
"Kami berusaha membuat satu desain komunikasi yang dapat dimengerti, dan populer diantara anak-anak usia SMA. Alhamdulillah selama sosilaisasi, antusiasme siswa dan guru sangat besar," kata dia.
Gerakan ini ditargetkan berjalan di seluruh wilayah Indonesia. Untuk kota pertama, sosialisasi dilakukan di DKI Jakarta dimana sudah dipilih 50 sekolah untuk berpartisipasi dan menjadi percontohan GCP untuk daerah lainnya.
Setelah DKI Jakarta, sosialisasi dilanjutkan di beberapa kota. Untuk tahun 2015 semester II adalah Bandung dan Banten, tahun 2016 semester I Surabaya dan semester II 2016 adalah Yogyakarta dan Semarang.
"Kami mengharapkan generasi muda dapat lebih menerapkan nilai-nilai toleransi dan kebangsaan yang terkandung dalam Pancasila," kata Emma.
"Dan dampak di masyarakat kami targetkan adalah mengurangi pertikaian di generasi muda, meningkatkan toleransi dalam segala hal dan mengembalikan Pancasila sebagai sebuah kebangaan dan pedoman berbangsa dan bernegara," kata dia lagi.
Asep sukma