REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sebagian besar anak-anak dengan down syndrome memilih di rumah saja selepas menyelesaikan pendidikannya di bangku SMA. Hal ini lantaran aksesibilitas pendidikan di jenjang selanjutnya bagi anak ini masih cukup minim.
Ketua Persatuan Orangtua Anak dengan Down Syndrome (POTADS) Kota Yogyakarta Sri Rejeki Ekasasi mengatakan, selama ini sebagian besar anak down syndrome disekolahkan di Sekolah Luar Biasa dan sebagian di sekolah inklusi. Namun yang menjadi masalah adalah setelah anak down syndrome lulus dari jenjang SMA. Pasalnya jenjang berikutnya tidak aksesibilitas. Di sisi lain jika harus bekerja, tidak semua perusahaan atau lapangan kerja bisa menerima down syndrome karena keterbatasan kemampuannya.
“Pemerintah perlu ada regulasi yang mengakui keberadaan dan menjamin hak anak down syndrome. Kami senang sekarang sudah ada sekolah inklusi. Yang jadi masalah adalah setelah SMA, sehingga down syndrome memilih di rumah saja,” katanya dalam peringatan hari down syndrome di Titik Nol Yogyakarta, Ahad (22/3).
Menurutnya dengan down syndrome atau memiliki keterbelakangan mental belum semuanya dipahami masyarakat. Keberadaan anak dengan down syndrome sebenarnya sama dengan anak lainnya yang berhak mendapatkan akses pendidikan, kesehatan dan lainnya.
Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti berharap kegiatan peringatan hari down syndrome dunia itu memberikan kepedulian masyarakat terhadap down syndrome. “Kota Yogyakarta sebagai kota inklusi akan kita mantabkan. Berikan ruang yang lebih baik bagi down syndrom,” ujar Haryadi.