REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Sekolah negeri di Kabupaten Banyumas, baik tingkat SMP dan SMA, mulai tahun 2016 diharapkan tidak lagi memungut uang gedung pada siswa baru. Untuk itu, Pemkab dengan persetujuan DPRD akan mengalokasikan dana yang memadai dari APBD untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pembangunan sekolah yang bersifat fisik.
Hal itu diungkapkan Ketua DPRD Banyumas, Juli Krisdiyanto, menyikapi masih banyaknya sekolah-sekolah negeri baik di tingkat SMP maupun SMA, yang memungut uang gedung atau uang sumbangan pada siswa yang baru diterima. ''Kalau untuk tingkat SD, pungutan yang dikenakan pada siswa baru, saya kira masih dalam batas wajar,'' jelasnya, Selasa (31/3).
Dia menyatakan, untuk penerimaan siswa baru pada tahun 2015 ini, pembebasan uang gedung bagi siswa baru di tingkat SMP dan SMA ini mungkin masih sulit direalisasikan. Hal ini karena APBD 2015 masih belum mengalokasikan anggaran yang memadai bagi sekolah-sekolah yang membutuhkan biaya untuk melengkapi fasilitas pendidikannya.
''Namun pada tahun 2016, saya berharap tidak ada lagi sekolah-sekolah negeri baik tingkat SMP dan SMA yang memungut uang gedung,'' jelasnya.
Menurutnya, selama ini SMP negeri maupun SMA negeri di Banyumas masih memungut biaya uang gedung pada setiap siswa baru yang diterima pada setiap tahun ajaran. Besarnya uang gedung bervariasi. Untuk sekolah tingkat SMP, uang gedung yang dipungut dari siswa baru biasanya pada kisaran Rp 3 juta hingga Rp 5 juta per siswa. Sedangkan pada siswa SMA, lebih dari Rp 5 juta.
''Bahkan ada SMA negeri yang memungut uang gedung hingga di atas Rp 10 juta per siswa,'' jelasnya.
Beban biaya yang sering dilabeli sebagai 'sumbangan pendidikan', menurut pihak sekolah, digunakan untuk berbagai kepentingan. Antara lain, untuk melengkapi fasilitas pendidikan, maupun untuk membanugun lokal kelas baru.
''Pungutan uang gedung itu, umumnya memang sudah dengan persetujuan komite sekolah. Namun kadang saya melihat, alokasi uang pungutan seringkali digunakan untuk hal-hal yang sebenarnya tidak prioritas,'' jelasnya.
Contohnya, dalam hal penambahan lokal kelas. Juli menyebutkan, untuk sekolah-sekolah SMP dan SMA negeri di Banyumas, lokal-lokal kelas yang dimiliki sebenarnya sudah cukup banyak. Bahkan banyak di antaranya yang sudah memiliki kelas VII hingga 8 kelas, atau untuk SMA ada yang per jurusan hingga memiliki lebih dari 5 kelas.
Penambahan lokal kelas baru di sekolah-sekolah negeri ini, menurut Juli, mestinya harus mulai diperketat. Apalagi saat ini hampir di setiap kecamatan di Banyumas, sudah ada sekolah negeri baik untuk tingkat SMP maupun SMA. Dia menyebutkan, pembatasan pembangunan lokal kelas ini perlu dilakukan karena berbagai faktor. Selain memberi kesempatan pada sekolah-sekolah swasta untuk lebih berkembang, juga untuk mengatasi masalah jumlah guru PNS yang setiap tahun makin berkurang.
''Untuk itu, bila tanggung jawab pengembangan sekolah negeri dibebankan dalam APBD, maka Pemkab akan bisa mengontrol sekolah-sekolah mana saja yang memang membutuhkan dana cukup besar untuk melengkapi fasilitas sekolah. Sedangkan sekolah yang hanya meminta bantuan anggaran untuk membangun lokal kelas atau hal-hal yang tidak prioritas, tidak perlu dipenuhi,'' katanya.