REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSPI) melaporkan adanya peningkatan kebocoran soal Ujian Nasional tahun ini. Di samping, adanya penurunan laporan kecurangan.
“Kecurangan UN tetap terjadi meski jumlah laporannya menurun," kata Sekretaris Jenderal FSGI, Retno Listyarti di gedung YLBHI, Jakarta, Rabu (15/4).
Ia menyebutkan, pada 2014 FSGI menerima 11 laporan jual beli kunci jawaban. Pada UN 2015 ini tepatnya, H-2 baru dua laporan jual beli kunci yang diterima FSGI, yaitu di Jawa Timur dan DKI Jakarta.
Di Jawa Timur, laporan jual beli kunci jawaban UN dari Mojokerto dan Lamongan. Disebutkan, kunci jawaban itu dihargai mencapai Rp 14 juta dan para siswa diharuskan patungan uang rata-rata sebesar Rp 50 ribu per siswa.
Sedangkan, di Jakarta, harga kunci jawaban berkisar Rp 14 juta-Rp 21 juta. Dan, para siswa pun dikoordinasikan untuk patungan uang sekitar Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu per siswa.
Pada pelaksanaan UN 2015, FSGI membuka posko pengaduan UN di 46 kota/kabupaten, seperti Medan, Deli Serdang dan Binjai (Sumatera Utara); Purbalingga dan Pemalang (Jawa Tengah); Mojokerto, Blitar, Gresik, Lamongan, Malang, Sidoarjo, Tulungagung, Banyuwangi dan Surabaya (Jawa Timur).
Selain itu di Indramayu, Garut, Bandung, Bekasi, Bogor dan Tasikmalaya (Jawa Barat), kota Mataram, kota dan kabupaten Bima (NTB), Jambi, DKI Jakarta, Bengkulu, Batam dan Pekan Baru (Kepulauan Riau), Balikpapan, Kutai Barat, dan lain-lain.
Dewan kehormatan FSGI, Guntur Ismail mengatakan, jika melihat angka pengaduan pada UN 2015 menunjukan, cenderung menurun drastis. "Pada UN 2011 FSGI menerima 102 laporan, pada UN 2012 naik menjadi 317 laporan dan pada UN 2013 (yang gagal dilaksanakan serentak) FSGI menerima 1035 laporan,'' ujarnya.
Kemudian, pada UN 2014 laporan turun menjadi 304 laporan dan pada UN 2015 FSGI hanya menerima 91 laporan saja. ''Dari 91 laporan tersebut, 28 merupakan siswa kelas XII yang menjadi peserta UN,” ujar Guntur Ismail
Pada hari pertama UN laporan datang dari Kepulauan Riau. Disebutkan, seorang guru yang menjadi panitia UN di sekolahnya mendapati para siswa memiliki kunci jawaban untuk mata pelajaran bahasa Indonesia, Kimia dan Geografi.
Setelah diselidiki, kunci jawaban untuk bahasa Indonesia banyak yang tidak cocok. Sehingga, para siswa emosi karena panik.
“Biasanya, pada setiap kunci jawaban akan tertulis pertanyaan soal nomor 1 dan 2 untuk memastikan itu adalah jawaban soal yang didapat siswa. Sehingga, ketika tidak ada kunci yang menunjukkan pertanyaan nomor 1 dan 2, membuat peserta UN yang mengandalkan kunci jawaban tanpa belajar akan panik,” jelas Sekretaris Serikat Guru Indonesia, Slamet Maryanto.