REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pendidikan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Nuryati Djihadah mengatakan, kebocoran soal dan jawab Ujian Nasional (UN), baik tingkat SMP dan SMA itu akibat dari kesalahan sistem pendidikan selama ini. Menurutnya, semua ini berkaitan erat dengan kepentingan politik oleh beberapa oknum yang menagani dunia tersebut.
“Ada kepentingan politik di dalamnya,”ujar Nuryati saat dihubungi ROL, Selasa (5/5).
Nuryati menjelaskan, kebocoran soal UN terjadi karena ada tekanan dari para pemimpin di wilayah tertentu. Misal, katanya, Kepala Sekolah ditekan oleh Kanwil Dinas Pendidikan untuk bisa memberikan hasil UN yang baik. Dalam hal ini, katanya, para siswa diharapkan bisa mendapatkan nilai yang baik dan lulus 100 persen.
Menurut Nuryati, tekanan-tekanan yang dilakukan para pemimpin di beberapa wilayah itu tampak jelas terdapat alasan tersendiri di balik itu semua. Ia berpendapat, upaya ini dilakukan agar citra kepemimpinan mereka dinilai baik oleh pemerintah pusat maupun masyarakat. Oleh sebab itu, mereka pun berusaha keras agar hasil UN para siswa di wilayahnya bisa mendapatkan hasil terbaik meski dengan cara yang tepat seperri memberikan bocoran.
Untuk memberantas kepentingan politik yang meliputi sistem pendidikan di Indonesia selama ini, Nuryati mengaku sangat sulit. Menurutnya, butuh perjuangan dan waktu yang panjang untuk bisa mencapainya. Penyebab ini sulit, kata dia, karena sudah menjadi kebiasaan, bahkan, budaya bagi beberapa orang.
Nuryati berpendapat, pemerintah memang harus turun tangan untuk menghilangkan unsur kurang baik bagi pendidikan moral anak bangsa ini. Bahkan, dia menyarankan agar UN lebih baik ditiadakan jika hanya menambah kerusakan moral generasi bangsa. Dalam hal ini, katanya, para siswa dan guru dibiarkan melakukan tindakan-tindakan yang tidak jujur.
Sebelumya, kebocoran UN 2015 sempat menghebohkan di beberapa wilayah. Hal ini terjadi tidak hanya pada pelaksanaan Ujian Nasional (UN) pada tingkat SMP maupun SMA.