REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- Para rektor universitas negeri se-Jawa Timur memberikan berbagai masukan untuk pemerintah menyangkut peningkatan mutu pendidikan tinggi di Indonesia.
Masukan disampaikan para rektor melalui belasan delegasi Komisi X DPR RI yang datang melakukan kunjungan kerja ke Jawa Timur, Kamis (7/5).
Pertemuan digelar di Kampus C Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Tak hanya rektor PTN, pihak pergruan tinggi swasta pun memberikan sejumlah masukan melalui perwakilan Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) yang turut hadir dalam pertemuan.
Rektor Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof Warsono memberi masukan agar pemerintah mengatur ulang regulasi soal Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN).
Menurut Warsono, BOPTN yang sifatnya pukul rata berdasarkan jumlah mahasiswa menjadi kesulitan tersendiri bagi PTN dengan mayoritas mahasiswa dari golongan mahasiswa menengah ke bawah.
“BKT (Biaya Kuliah Tunggal) itu kan rumusnya BOPTN plus UKT (Uang Kuliah Tunggal). Yang menjadi persoalan, mahasiswa itu kan golongannya berbeda-beda, dan yang masuk di PTN kami sebagian besar menangah ke bawah, sehingga beban kami menjadi lebih besar,” ujar Warsono.
Warsono juga menyarankan, pemerintah harus lebih memerhatikan PTN keguruan, seperti Unesa. Ia mencontohkan, PTN keguruan memerlukan asrama untuk menunjang optimalisasi pembentukan karakter para calon tenaga pendidik.
“Problem besar bangsa ini, kan karakter. Kita mulai dari calon tenaga pendidiknya,” kata dia.
Rektor Insitut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Joni Hermana menyoroti soal bantuan pemerintah untuk mahasiswa tidak mampu.
Menurut Joni, kebijakan pemerintah mewajibkan 20 persen kuota mahasiswa PTN untuk masyarakat tidak mampu patut diapresiasi. Meski begitu, menurut Joni, nominal dana bantuan yang disediakan, salah satunya untuk program Bidikmisi, masih belum memadai.
“20 persen (mahasiswa tidak mampu) itu kita syukuri. Tapi di sisi lain, kita berpikir menutup kekurangan. Sekarang biaya hidup untuk mereka per bulan Rp 600 ribu per bulan, itu juga sering telat. Kita berpikir keras bagaimana mereka bisa survive,” ujar Joni.
Kabid Kelembagaan dan Sistem Informasi Kopertis Purwo Bekti menyampaikan sejumlah masukan atas nama 328 PTS yang ada di Jawa Timur. Purwo menyarankan pemerintah untuk meinjau persoalan mahalnya biaya akreditasi, yang mencapai sekitar Rp 80 juta per program studi.