REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengakui bahwa kecurangan dan penyimpangan Ujian Nasional (UN) baik untuk tingkat SM/sederajat dan SMA/sederajat 2015 ini mengalami penurunan. Meski begitu, Dewan Pertimbangan FSGI, Doni Koesoema mengungkapkan kecurangan dan pelanggaran UN tetap terjadi.
“Tingkat kecurangan UN tahun ini memang menurun, tapi tetap saja kecurangan dan pelanggaran tetap terjadi,” ujar Doni saat dihubungi Republika, Jumat (22/5). Ia mengatakan sangat menyayangkan jika sampai saat ini kecurangan UN masih tetap terjadi.
Doni juga menjelaskan masih meragukan angka temuan kecurangan UN terutama pada UN yang dilakukan secara manual. Menurutnya, ada beberapa kebocoran UN pada tahun ini yang berlangsung secara sembunyi-sembunyi. Maksudnya, kata dia, kasus tersebut tidak teridentifikasi dan terlaporkan ke pihak yang bertanggung jawab atau pihak pengawas.
Menurut Doni, kebocoran UN melalui google drive merupakan hal yang tampaknya selama ini belum terlaporkan. Ia menegaskan, situasi kebocoran melalui aplikasi tersebut benar-benar terjadi di kalangan siswa. Selain itu, lanjutnya, para peserta didik juga sangat mumpuni sekali untuk menyembunyikan situasi tersebut.
“Karena itu, kami rasa masih banyak kecurangan yang belum terlaporkan,” terangnya.
Agar kebocoran UN tidak terjadi lagi, Doni menyarankan dua hal yang perlu dilakukan pemerintah. Menurutnya, pemerintah diharapkan tidak menjadikan nilai UN sebagai persyaratan masuk Perguruan Tinggi (PT). Menurutnya, hal ini masih memberikan resiko kecurangan demi memperoleh nilai UN yang baik.
Selain itu, Doni juga meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk membuat kebijakan atau pengawasan yang ketat. Menurutnya, pemerintah perlu mengawasi nilai rapor para peserta didik.
Doni menjelaskan, selama ini masih ada beberapa sekolah yang melakukan pembaruan nilai siswanya untuk bisa masuk ke PT dengan jalur undangan. “Jadi, ada beberapa sekolah yang mengubah nilai siswanya agar bisa masuk PT jalur undangan,” katanya.
Menyikapi fenomena tersebut, Doni menyarankan agar Kemendikbud mengawasinya lebih ketat. Atau, lanjutnya, pemerintah membuat kebijakan baru terkait hal itu. Kebijakan itu, kata dia, yakni memperkecil kuota siswa yang hendak masuk PT melalui jalur undangan.