REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kasubag Kerja Sama Ditjen Paudni Kemendikbud Widyati Rosita mengatakan, turis asing yang sedang jalan-jalan ke Bali tak bisa dan tak boleh menjadi guru Satuan Pendidikan Kerja Sama (SPK).
"Perangkat hukum saat ini sudah baik apalagi guru asing menyangkut imigrasi dan Kementerian Ketenagakerjaan. Kalau sampai ada turis asing yang dijadikan guru maka bisa kena ciduk dan langsung dideportasi ke negaranya," kata Rosita dalam acara pembukaan Exhibition for International School in Indonesia (EISI) 2015 di Hotel Le Meridien, Jakarta, Sabtu, (23/5).
Guru asing, ujar dia, dalam bekerja didampingi oleh guru Indonesia. "Kami sekarang cukup selektif karena ada aturan hukumnya, tidak mudah SPK mendapat rekomendasi dari kami."
Kalau untuk kasus Jakarta International School (JIS) itu merupakan musibah. Tak ada seorangpun menginginkan hal itu terjadi.
Dalam penggunaan guru asing, terang dia, guru tersebut harus punya surat kesehatan. Selain itu praktek mengajarnya harus sesuai dengan ijazahnya.
Misalnya kalau guru asing itu ijazahnya matematika, maka ia harus mengajar matematika bukan bahasa Inggris. Kalau untuk PAUD, diajar oleh lulusan psikologi karena di luar negeri belum banyak jurusan PAUD.
Di tempat yang sama Presiden Yayasan Kulkul, Green School di Bali, Dr. Ni Putu Tirka Widanti mengatakan, proses rekrutmen guru asing cukup rumit.
"Jadi kalau ada yang bilang turis jalan-jalan ke Bali dijadikan guru, rasanya jauh sekali. Selama ini persyaratan penerimaan guru asing luar biasa keras, makanya tak mungkin turis bisa jadi guru."
Sementara itu, dalam EISI 2015 dipamerkan berbagai SPK antara lain Green School, Australia Independent School, Sekolah Pelita Harapan, Raffles Christian School, Bandung Independent School, Singapore School, dan masih banyak lagi.