Sabtu 13 Jun 2015 19:59 WIB

Pilih Rektor Tersandung Kasus Plagiat, Menristek Dinilai tak Konsisten

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Mohamad Nasir Deputi Sumberdaya Iptek Muhammad Dimyati (kanan) saat kick-Off Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas 20) di gedung BPPT, Jakarta, Kamis (26/3).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Mohamad Nasir Deputi Sumberdaya Iptek Muhammad Dimyati (kanan) saat kick-Off Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas 20) di gedung BPPT, Jakarta, Kamis (26/3).

REPUBLIKA.CO.ID, SERANG – Puluhan dosen yang mengatasnamakan diri sebagai Aliansi Dosen Muda Untirta menilai Menristek Dikti tidak konsisten dengan peraturan yang dibuatnya sendiri yakni Permenristek Dikti No 1 tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor/Ketua/Direktur Pada Perguruan Tinggi Negeri.

"Pada Pasal 4 point L bahwa calon Rektor tidak boleh pernah tersandung kasus plagiat,” ujar Firman Venayaksa dalam siaran persnya, Sabtu (13/6) di Serang, Banten.

Hasil Pemilihan Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 2015, menurut Firman telah menimbulkan banyak tafsir negatif terhadap Menristekdikti yang terkesan tidak konsisten. Dari awal dengan melihat aturan Menristekdikti pihaknya tidak sepakat Sholeh Hidayat menjadi calon rektor karena aturan mentri tersebut.

"Tetapi yang terjadi adalah di luar nalar, bahwa Panita Pemilihan Rektor Untirta 2015 justru membiarkan calon Rektor yang pernah tersandung kasus plagiasi,” terangnya.

Awalnya, lanjut Firman, antar senat tidak sependapat, namun suara 24 senat yang ternyata adalah suara Sholeh Hidayat sendiri sebagai para pendukung calon petahana tersebut. “Pendapat 24 senat saat itu tidak sependapat jikalau kasus plagiasi masa lalu diungkit lagi. Alasannya seolah ‘memakan bangkai teman sendiri’ jelas seorang dosen agama yang masuk daftar senat,” paparnya.

Padahal menurut Firman, pendapat senat saat itu sudah bertentangan dengan aturan point “L” Menristekdikti itu. “Jelas merupakan suatu pelanggaran kode etik tata tertib pemilihan Rektor, sehingga kemudian, memungkinkan calon yang pernah terimbas kasus plagiasi bisa masuk lolos seleksi menjadi calon Rektor,” katanya.

Padahal, lanjut dia, Soleh Hidayat sendiri secara terbuka pernah membuat pengakuan tertulis pada tahun 2010. Dalam dokumen tertanggal 22 Maret 2010 dengan kop surat Untirta. Isinya adalah rekomendasi rapat senat Untirta pada tanggal 19 Maret 2010 dipimpin Prof. Dr. Ir. Rahman Abdullah M.Sc., melakukan teguran lisan terhadap Soleh Hidayat saat itu berpangkat Pembina Utama Madya/IVd.

Teguran tertulis tersebut ditandatangani langsung oleh Soleh Hidayat dan permohonan maaf kemudian disampaikan melalui media massa lokal yang sempat menyiarkan tulisan yang bersangkutan.  “Saya sudah mengakui dan meminta maaf melalui media. Itu sudah clear,” kata Soleh Hidayat kepada wartawan.

Sebelumnya diberitakan, Sholeh Hidayat kembali memimpin Untirta Banten pada periode 2015-2019, setelah meraih suara sebanyak 38 suara, menyisihkan calon lainnya yakni Syadeli Hanafi mendapat dukungan 15 suara dan Mas Iman Kusnandar 2 suara.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement