Senin 22 Jun 2015 19:25 WIB

Sistem Belajar SKS di Sekolah Dinilai Kurang Tepat

Rep: C13/ Red: Djibril Muhammad
  Suasana Istora Senayan pada Puncak Peringatan Hari Guru Nasional dan HUT PGRI ke-69 di Istora Senayan, Jakarta (27/11). (Kemdikbud/Ridwan Maulana)
Suasana Istora Senayan pada Puncak Peringatan Hari Guru Nasional dan HUT PGRI ke-69 di Istora Senayan, Jakarta (27/11). (Kemdikbud/Ridwan Maulana)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sistem belajar dengan model Satuan Kredit Semester (SKS) dinilai kurang tepat untuk diterapkan di sekolah-sekolah. Dewan Pertimbangan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Doni Koesoema berpendapat, konsep ini kurang bisa membantu menumbuhkembangkan siswa.

"Siswa terkesan dipaksa untuk matang secara akademik sebelum waktunya," ujar Doni melalui pesan singkat kepada Republika, Senin (22/6).

Selain itu, menurut dia, sistem ini belum bisa diterapkan karena mengingat peserta didik masih perlu belajar disiplin dalam konteks kebersamaan.

Doni juga mengaku masih mempertanyakan program SKS ini. Dia berpendapat, program ini akan mengakibatkan terjadinya pembedaan dan diskriminasi antara siswa regular dan sistem SKS.

Menurut Doni, sebelum ada petunjuk teknis dari pemerintah , keabsahan program ini perlu dipertanyakan lagi. Terutama, dia menambahkan, pada sisi legalitasnya. Dia menilai, sistem belajar demikian  akan membuat siswa bingung pada kegiatan praktiknya. Bahkan, lanjut dia, hal ini berpotensi merugikan peserta didik.

Dari sisi praktis, Doni mengungkapkan, sistem SKS di sekolah ini sangat membutuhkan persiapan khusus yang matang. Misal, kata dia, ruangan, tenaga guru dan kurikulum.

Untuk itu, Doni pun kembali menegaskan ketidaksetujuannya mengenai sistem SKS di sekolah. Menurutnya, sistem ini tidak sesuai jika dilihat dari sisi pembentukan karakter dan psikologis. "Sistem ini kurang membantu proses alamiah dunia pendidikan," tutupnya.

Sebelumnya, sekolah setingkat SMA dan SMK di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah menyatakan akan menerapkan sistem pembelajarn dengan model SKS. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) setempat mengungkapkan sistem demikian akan mulai diberlakukan pada tahun ajaran baru 2015/2016. Model ini dilakukan sebagai pengganti program akselerasi yang sebelumnya sudah dihapus oleh pemerintah pusat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement