REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tugas utama guru di sekolah adalah mengajar, mendidik dan membina para murid. Sangatlah memberatkan kalau pemerintah menambah tugas guru jadi peneliti. Apalagi tugas penelitian dan membuat karya ilmiah di jadikan syarat untuk mendapat sertifikasi.
Pendapat tersebut dikemukakan Ketua Umum Yayasan Perguruan Al-Iman Afrizal Sinaro. Ia menanggapi pernyataan Kepala Seksi (Kasi) Penyusunan Program Direktorat Jendral Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen P2TK) Tagor Alamsyah bahwa para guru diminta untuk menghasilkan karya ilmiah.
Menurut Tagor, karya ilmiah ini dapat membantu mereka untuk naik pangkat. Alasannya, tulisan itu mengandung angka kredit yang dapat mempengaruhi penilaian kinerja para guru. “Menurut kami, sertifikasi itu haknya guru dan kalau penerintah ingin meningkatkan kompetensi dan wawasan guru, yang harus dilakukan adalah diklat, seminar dan lain-lain,” kata Afrizal kepada Republika, Senin (29/6).
Afrizal menambahkan, seharusnya yang perlu dilakukan adalah mewajibkan setiap guru membaca buku penunjang/pengayaan/referensi minimal dua judul setiap semester. “Makanya untuk meningkatkan minat dan budaya baca murid harus dimulai dari guru,” tutur Afrizal Sinaro.
Sebelumnya, Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) pun mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap tugas meneliti bagi guru. Menurut Ketua Umum (Ketum) PGRI Sulistyo, kewajiban guru untuk meneliti dan menulis karya ilmiah itu memprihatinkan.
Kebijakan tersebut, kata Sulistyo, akan membuat para guru tertekan. “Oleh sebab itu, kami menyarankan agar kebijakan itu diperbaiki dan diluruskan kembali oleh Kemendikbud,” kata Sulistyo melalui siaran pers, Ahad (28/6).
Sulistyo menerangkan, untuk saat ini terdapat kurang lebih 800 ribu guru dan pengawas di Indonesia. Menurutnya, sejumlah guru itu tidak bisa naik pangkat akibat kewajiban itu.