Senin 10 Aug 2015 22:06 WIB

Perilaku Koruptif Marak di Dunia Pendidikan

Rektor UPI Prof Furqon  di tengah-tenah peneliti Indonesia Bermutu, Sabtu (8/8)..
Foto: Dok IB
Rektor UPI Prof Furqon di tengah-tenah peneliti Indonesia Bermutu, Sabtu (8/8)..

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG –  Perilaku koruptif sifatnya diwariskan. Faktanya, sampai saat ini masih orang tua  "mendidik" anak-anaknya untuk  tidak jujur, dan ironisnya perilaku itu juga marak di dunia pendidikan.

Siaran pers Yayasan Indonesia Bermutu yang diterima Republika, Senin (10/8) menyebutkan, saat ini masih banyak para pejabat yang menggunakan surat sakti agar anaknya diterima di sekolah favorit, tidak tanggung-tanggung, seorang auditor yang sejatinya bertugas mencegah manipulasi, ikut tergoda melakukan itu.  “Surat sakti” itu bertebaran pada saat penerimaan siswa baru.

Anak yang ikut les dengan guru mudah sekali mendapat nilai tinggi, anak yang jujur belajar sendiri sulit sekali mendapat nilai tinggi. Bukan rahasia lagi adanya kunci jawaban yang beredar pada saat UN, memanipulasi nilai rapor atau ijazah juga begitu. Anehnya, blanko rapor dan ijazah, stempel, dan tanda tangan, dan tulisanya benar-benar asli, tapi datanya palsu.

Semua itu dilakukan oleh orang dewasa, dan ini semua adalah cara yang ampuh untuk memasivkan tindakan koruptif sejak dini. Jika dunia pendidikan tidak dibersihkan dari perilaku seperti itu, niscaya akan sulit utk mencegah maraknya korupsi di kemudian hari.

Dalam kaitan inilah  Yayasan Indonesia Bermutu berinisiatif untuk merancang sebuah sistem aplikasi untuk mengukur tingkat Integritas suatu lembaga, terutama lembaga pendidikan mulai dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA/SMK, dan Perguruan Tinggi.  Kegiatan tersebut digelar di Bandung, Sabtu (8/8).

Rapat penyusunan Indeks Integritas itu menampikan narasumber Rektor UPIprof Furqon dan Dr Burhanuddin Tolla dari Pasca Sarjana UNJ.

Wakil Ketua Umum dan Peneliti Indonesia Bermutu (IB) Zulfikri Anas mengatakan,  aplikasi perhitungan Indeks Integritas atau Indeks Antikorupsi tersebut rencanaya digunakan untuk mengukur tingkat integritas suatu lembaga. “Indikator-Indikator yang digunakan mencakup keseluruhan aspek penyelenggaraan pendidikan, yaitu manajemen, pembelajaran, dan partisipasi publik,” kata Zulfikri Anas.

Ia  menambahkan, angka indeks ini di samping memotret sebuah lembaga pendidikan terutama,juga diharapkan dapat memprediksi seberapa besar peluang terjadinya korupsi di kemudian hari pada saat murid-muridnya dewasa nanti.

“Tujuan pengembangan ini agar kita dapat memberikan masukan kepada pemerintah untuk memberpabiki tata kelola lembaga pendidikan dan termasuk kinerja aparat kementrian Pendidikan dan Kebudayaan,” kata Zulfikri  Anas.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement