REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengungkapkan pemerintah termasuk Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki kewajiban untuk memberikan tempat kepada para siswa untuk sekolah. Hal ini termasuk mencarikan tempat kepada para siswa yang sudah kehabisan daya tampung untuk menikmati pendidikan.
“Kalau ada yang tidak mendapatkan daya tampung, silahkan dinas setempat yang mengatur,” ujar Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Kemendikbud, Hamid Muhammad saat ditemui wartawan di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Rabu (12/8).
Menurut Hamid, terdapat beberapa wilayah yang sudah mengoptimalkan sekolah negerinya. Namun, kata dia, ada juga yang tidak menangani sekolah swastanya dengan baik. Padahal, kata dia, pengoptimalan terutama dari segi kapasitas daya tampung di dua jenis sekolah itu penting untuk diterapkan. Hal ini karena daya tampung yang tersedia selama ini tidak memungkinkan.
Untuk bisa menampung kapasitas siswa, Hamid mengatakan, dinas melalui sekolah bisa menerapkannya dengan konsep double shift. Maksudnya, terdapat dua kegiatan belajar, yakni pagi dan sore.
Selain itu, dinas juga bisa merencanakan untuk membangun tambahan ruang kelas. Ia mengaku penambahana kelas ini tidak bisa berlangsung cepat. Oleh sebab itu, dinas bisa menggunakan sekolah lain untuk menempatkan para siswa yang tidak tertampung itu. “Jadi kelas itu hanya transisi bagi mereka,” ujarnya.
Hamid juga menegaskan kelas filial atau kelas jauh itu sudah dihapus. “Yang ada itu penambahan rombongan belajar (rombel) atau kelas,” ungkap Hamid. Menurutnya, penambahan kelas itu juga harus dianggap sebagai kelas inti dari sekolah yang menaunginya.
Dengana adanya penambahan kelas atau rombel, Hamid mengaku akan ada masalah berikutnya. Dalam hal ini, kata dia, mereka jelas akan mengalami kekurangan guru. Menurutnya, penambahan atau pengurangan guru sebenarnya menjadi kewenangan wilayah, bupati dan kota.
“Kita gak punya hak untuk angkat guru kecuali Guru Garis Depan (GGD),” ungkapnya.
Sebelumnya, diperkirakan sebanyak 400 siswa baru nasibnya terkatung-katung di SMAN 3 Filial Depok. Mereka adalah siswa filial (kelas jauh) yang direkrut lewat jalur belakang dengan sumbangan bervariasi.