Rabu 19 Aug 2015 09:21 WIB

Berbahaya, Penerapan Dua Kurikulum Dalam Satu Masa (bag 2-habis)

Pertemuan reguler Yayasan Indonesia Bermutu membahas masalah pendidikan nasional di Jakarta, Selasa (18/8).
Foto: Dok YIB
Pertemuan reguler Yayasan Indonesia Bermutu membahas masalah pendidikan nasional di Jakarta, Selasa (18/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Ketua Umum Yayasan Indonesia Bermutu (YIB) Dr Awaluddin Tjalla menggarisbawahi tentang kekisruhan yang terjadi bila pendidikan nasional  memberlakukan dua kurikulum dalam satu masa.

“Sebetulnya, kurikulum apapun yang digunakan tidak menjadi masalah sepanjang pemerintah memiliki ketegasan dalam memberlakukan kebijakan. Sebuah kebijakan kurikulum yang diambangkan akan berbahaya jika para pelaksana di lapngan tidak diberikan kejelasan tentang kurikulum yang sebenarnya”, tegas Awaluddin Tjalla, Selasa (18/8).

Senada dengan itu, Ketua Dewan Pembina YIB Dr Burhanudin Tolla menegaskan bahwa idealnya kurikulum diserahkan kepada sekolah untuk mengembangkannya, pemerintah menetapkan santar kompetensi lulusan, satandar isi, dan standar pengelolaan. “Setiap sekolah dapat mengadaptasi standar itu sesuai dengan kondisi mereka masing-masing,” ujarnya.

Terkait dengan itu, pemerintah harus mengubah pola dan manajemen penyelenggaraan Ujian Nasional. “Kita harus punya konsep ujian nasional yang benar,” ujar Tolla.

Tolla menambahkan,  pemahaman kata “nasional” harus mengarah pada standar mutu yang bisa menjadi “bechmark” bagi setiap sekolah sekaligus menjadi dasar bagi pemerintah untuk memberikan pelayanan agar mutu penyelenggaraan pendidikan terus meningkat.

“Perlu dibangun manajemen dan sistem penskoran yang terstandar serta memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Computer Based Test (CBT). Pola ini akan mengurangi kebutuhan anggaran yang cukup besar,” papar Tolla.

Sebagai praktisi pendidikan yang selama ini berkecimpung dalam pengembangan dan implementasi kurikulum, Zulfikri Anas menawarkan konsep “kurikulum segala zaman”. Artinya kurikulum yang dinamis, terbuka,  dan antisipatif yang senantiasa siap  menjawab tantangan masa depan, serta mampu meng –up-to-date- dirinya sendiri seiring dengan kemajuan zaman.

Dalam pemahaman ini, kurikulum adalah “mindset” yang “memudahkan” para pendidik merealisasikan konsep-konsep pembelajaran kedalam kegiatan nyata, baik di sekolah  maupun di dalam kehidupan sehari-hari. “Antara kurikulum dan kehidupan tidak bisa dipisahkan,” kata Zulfikri Anas yang juga wakil ketua umum Yayasan Indonesia Bermutu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement