REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri Indonesia Bermutu, Burhanuddin Tola mengingatkan pentingnya mengembalikan fungsi sekolah sebagai wadah membangun alam dan kehidupan.
''Jangan sebaliknya, memindahkan sekolah ke alam,'' ungkap Burhanuddin Tola dalam diskusi rutin Indonesia Bermutu di Rawamangun, Jakarta Timur, Jumat (25/9).
Berbagai persoalan yang terjadi di sekolah, seperti kekerasan antar sesama siswa, guru kepada siswa, siswa kepada guru, orang tua memidanakan guru dan sebaliknya, kata Tola, merupakan indikasi ada sesuatu yang salah dalam pengelolaan pendidikan di sekolah.
Selaku pakar Sekolah Efektif (School effectiveness), Tola mengaskan semua itu terjadi karena kita belum memiliki pola atau acuan standar tentang pengelolaan pendidikan dengan benar.
''Berbagai hal yang telah dilakukan pemerintah seperti penumbuhan budaya dan karakter bangsa belum efektif karena ada kecenderungan untuk menyeragamkan pola,'' jelas Burhanuddin Tola.
Menurut dia, standar bukan berarti menyeragamkan, melainkan mengakomodasi berbagai kearifan lokal yang hidup di masyarakat di mana masyarakat berada. ''Masing-masing budaya memiliki kekhasan dan keunikan dalam mendidik, ada gaya Bugis, Jawa, Minang, Sunda dan sebainya,” paparnya.
Deni Hadiana, pendiri dan peneliti Indonesia Bermutu mengatakan, guru harus menjadi pembaca bermutu. Sebagai pembaca bermutu, tentunya guru akan memilih jenis bacaan dan cara membaca yang bemutu.
Dengan cara ini, kata dia, akan menngangkat harkat dan martabat guru menjadi pendidik bermutu, peneliti bermutu, dan penilai yang bermutu.
“Indonesia yang bermutu hanya lahir dari pendidikan yang bermutu, dan untuk itu, gurunya harus bermutu, guru yang tidak membaca dan tidak menulis, pasti akan ketinggalan segala-galanya,'' kata Deni mengingatkan.