REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Saat ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyerukan wajib belajar 12 tahun dapat diterapkan di tahun 2016. Namun Anggota Komisi X DPR, Reni Marlinawati menganggap itu hanya jadi slogan kosong semata.
"Saya bukan tanpa alasan berbicara seperti itu. Kan aturan yang memayungi tidak ada," ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (29/10).
Dia menyatakan ini merujuk pada Pasal 6 ayat 1 UU Sisdiknas. Di mana isinya hanya mewajibkan wajib belajar hanya sampai sembilan tahun. Jadi logikanya tak masuk akal ketika undang-undangnya saja berbicara lain.
"Ditambah lagi Judicial review yang dilakukan masyarakat sipil ditolak oleh MK. Yakni agar usia wajib belajar 12 tahun bisa diterapkan di Indonesia," kata dia.
Ke depan dirinya berjanji akan membuat rancangan UU Sisdiknas yang baru. Hal ini sebagai upaya dari parlemen memperjuangkan pendidikan di Indonesia.
"Isinya nanti wajib belajar dibuat menjadi 12 tahun. Sekarang sudah masuk prolegnas," kata dia.
Kepala Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Gatot Subroto mengakui wajib belajar 12 tahun memiliki hambatan untuk diterapkan. Hal ini terkait dengan masalah anggaran pendidikan.
"Memang anggaran kita sudah mencapai sekitar Rp 400 triliun. Namun mesti diingat jika itu mesti dibagi bagi tak hanya untuk Kemendikbud saja," ujarnya.
Dia menyebutkan anggaran yang dipegang Kemendikbud hanya Rp 49 triliun. Dari situ masih juga dipotong untuk gaji guru dan pegawai. Makanya secara hitung hitungan memang sulit jika mesti berbicara wajib belajar 12 tahun. "Ini fakta biar semuanya clear," jelasnya.
Sebelumnya pada 7 Oktober 2015, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan judicial review (JR) yang dilayangkan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Dimana isinya menyatakan Pasal 6 ayat 1 UU Sisdiknas bertentangan dengan UUD 1945 dan UU Perlindungan Anak. Yakni wajib belajar hanya sembilan tahun. Padahal idealnya wajib belajar mestinya 12 tahun.