REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Guru honorer sekolah negeri di kota Yogyakartayang sudah lulus sertifikasi sudah hampir setahun (sejak awal 2015 hingga November) belum mendapatkan tunjangan sertifikasi.
‘’Kalau jumlahnya secara keseluruhan saya tidak tahu, namun guru honorer yang dijenjang SMA/SMK yang sudah mendapat sertifikasi sekitar 50-an orang,’’kata Ketua Persatuan Honorer Sekolah Negeri Indonesia (PHSNI) DIY Subandi saat melakukan audiensi dengan Ketua DPRD DIY Yoeke Agung Indra Laksana dan Wakil Ketua DIY di DPRD DIY, Rabu (25/11).
Menurut Subandi, ketika ditanyakan kepada Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta hal ini terkait dengan kebijakan dari Pemerintah Pusat bahwa Pemda tidak boleh mengangkat guru honorer setelah tahun 2005 hal ini sesuai dengan SK No. PP Tahun 2005 . Sementara guru bantuan di Pemerintah Kota Yogyakarta diangkat tahun 2008.
Padahal, lanjut dia, para guru sebelum diangkat dengan SK Walikota Yogyakarta gajinya sangat rendah sekitar Rp 150.000 sampai Rp 300.000 per bulan. Seperti halnya budi salah seorang guru honorer di SMK 2 Yogyakarta ketika menjadi guru di tahun 2000 dia hanya mendapat gaji Rp 50.000 per bulan kemudian naik menjadi Rp 300.000 per bulan.
Setelah diangkat menjadi tenaga bantuan (naban) (dengan SK WalikotaYogyakarta) gaji mereka menjadi Rp 1.302.500 per bulan. Bahkan dengan adanya sertifikasi dia mengikuti sertifikasi dan lulus sehingga mendapat tunjangan sertifikasi dari tahun 2012 hingga 2014 tunjangan sertifikasi lancar. Namun sejak Januari 2015 tunjangan sertifikasi macet. Hal ini juga diakui Subardi yang juga telah mendapatkan tunjangan sertifikasi karena status tenaga bantuan di kota Yogyakarta yang diangkat dengan SK Walikota Yogyakarta di tahun 2008 tidak diakui oleh Pemerintah Pusat.
Subardi juga mempertanyakan status naban setelah terjadi pengalihan dari Pemerintah Kota Yogyakarta Ke Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DIY di tahun depan. Padahal jumlah naban di Kota Yogyakarta ada sekitar 234 orang.