REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Erdy Nasrul
JAKARTA -- Pemuda asal Koja, Jakarta Utara, Bijak Fadil Ahmad (25 tahun) belum berpengalaman berlayar. Meskipun berhasil menjadi sarjana teknik pelayaran, dia belum pernah membelah lautan dengan kapal yang ditumpangi.
20 November lalu dia mengikuti Program Pemuda Maritim Kementerian Koordinator Maritim. Dia berlayar dengan KRI Arung Samudra dari Pelabuhan Tanjung Priok menuju Pelabuhan Ule Lheue, Banda Aceh.
"Ada banyak pengalaman kami dapatkan," ujar Bijak mengawali kisah perjalanannya, kepada Republika, Sabtu (12/12).
Kapal yang dipimpin Letkol Laut W Baruno Aji itu bergerak. Di dalam alur pelabuhan, Bijak dan 13 teman- temannya hanya melihat hamparan air laut yang hitam.
Awalnya dia mengira itu menandakan kondisi laut yang dalam. Setelah dipelajarinya, ternyata warna gelap itu muncul karena polutan dan sampah.
Benar saja. Ketika berlayar meninggalkan alur pelabuhan, kapal yang mengandalkan kekuatan angin ini mulai membelah air yang dipenuhi sampah. "Bau polutan dan sampah menyatu menusuk hidung," imbuh Bijak.
Sepanjang mata memandang dia melihat sampah plastik kemasan makanan dan minuman, bangkai, kayu, kasur, stereofom, dan banyak lagi. Air laut seperti bercampur dengan minyak yang berasal dari asap pembuangan kapal-kapal besar.
Selama empat jam dia terus merasakan kondisi itu. Sebagian penumpang mabuk karena bau sampah dan polutan serta kondisi kapal yang terus bergoyang diterpa ombak.