REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Dr Diana Muthi MSi, meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk menyelidiki secara komprehensif motif dari penerbitan buku yang mengandung muatan radikalisme.
"Dalam konteks situasi Indonesia seperti ini, kalimat seperti "bantai" atau "bazoka" tidak diperlukan karena tidak dalam kondisi perang. Jadi, tidak perlu dimasukkan ke dalam buku TK," ujar Diana, Senin (25/1).
Pernyataan Diana tersebut terkait dengan ditemukannya buku pelajaran untuk anak Taman Kanak-kanak (TK) yang mempunyai muatan radikalisme di Depok, Jawa Barat.
"Usia dini sangat efektif untuk menanamkan benih radikalisme, karena pada usia itu perkembangan anak sangat pesat dan merupakan periode emas dalam hidupnya," ia menjelaskan.
Menurut dia, sangat tepat jika Kemdikbud tidak hanya melakukan pelarangan saja. Tetapi juga melakukan penyelidikan, terhadap seluruh bahan ajar yang ada di sekolah.
"Jangan hanya menjadi pemadam kebakaran, begitu ada laporan baru kemudian ditindaklanjuti. Kemdikbud harus melakukan inisiatif untuk menyelidiki bahan ajar yang ada di sekolah dan bagaimana pula pola pengajarannya," katanya.
Buku paket pelajaran tersebut berjudul "Anak Islam Suka Membaca" jilid satu, dua, tiga, empat, dan lima. Namun, di antara susunan kata-kata dalam buku tersebut, ada kata-kata yang mengandung ajaran radikalisme yang dapat membahayakan.
Pada jilid lima, ada kata-kata "sa-hid-di-me-dan ji-had" serta "se-le-sai ra-ih ban-tai ki-yai".Pada jilid empat, ada kata-kata, "mu-na-fik", "bom", dan "ha-ti-ha-ti-man-haj-ba-til".
Sementara pada judul ketiga, kata dia, banyak kata-kata yang mengandung ajaran radikalisme, seperti, "ge-ga-na-a-da di-ma-na", "re-la ma-ti-de-mi a-ga-ma", "ki-ta se-mu-a be-la a-ga-ma", "ba-zo-ka di-ba-wa-la-ri", dan "ha-ti-ha-ti zo-na ba-ha-ya".