Selasa 26 Jan 2016 15:20 WIB

Mendikbud Ingin Penulis dan Penerbit Buku Radikal Diekspose

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Andi Nur Aminah
 Mendikbud Anies Baswedan
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Mendikbud Anies Baswedan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan meminta agar penulis serta penerbit yang menerbitkan buku berisi paham radikal harus diekspose. Sebab, menurut Anies, mereka ikut bertanggung jawab terhadap masyarakat.

"Wawancara penulisnya, penerbitnya sehingga mereka juga ikut bertanggungjawab kepada publik. Hari ini mereka tidak kelihatan. Kita tidak tahu nih mereka siapa, wajahnya bagaimana. Tunjukan mereka pada publik dan suruh mereka bertanggungjawab pada publik," kata Anies di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (25/1).

Ia menjelaskan, Kemendikbud bertugas menyusun kurikulum dan silabus. Buku berdasarkan kurikulum yang telah disiapkan oleh Kemendikbud pun ditulis oleh penulis dan penerbit yang sah.

Kemudian, buku yang telah selesai disusun direview kembali oleh Kemendikbud. Jika tak sesuai dengan kurikulum dan silabus, maka Kemendikbud akan memberikan peringatan. "Dan bila seperti kemarin ada yang berisi materi-materi yang jauh dari prinsip-prinsip pendidikan, dilarang," tambahnya. 

Ia menambahkan, buku untuk anak TK yang berisi paham radikal pun telah dilarang. Namun, jika lembaga pendidikan tetap menggunakan buku yang telah dilarang oleh Kemendikbud, maka izin lembaga pendidikan itu pun akan dicabut.

Selain itu, guru juga bisa mendapatkan sanksi jika masih menggunakan buku tersebut. "Jadi prinsipnya adalah setiap satuan pendidikan harus mengikuti kebijakan dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," tegas Anies.

Anies berharap, agar para penerbit buku kembali mereview buku yang akan diterbitkan. Selain itu, perlu peran aktif para pengguna buku, guru, serta orang tua untuk mengawasi isi buku yang telah diterbitkan.

Seperti diketahui, Kejaksaan Negeri Makassar menyita lima buah buku di Taman Kanak-kanak (TK) Pertiiwi Jalan Landak Baru karena adanya dugaan unsur paham radikal.

Kepala Seksi Inteljen Kejari Makassar Andi Fajar Anugerah Setiawan mengatakan, lima buku yang disita itu dicetak oleh Cordova di Jalan Abdullah Daeng Sirua. Fajar menjelaskan dari pengakuan guru-gurunya, buku itu sudah tidak digunakan lagi sejak 2011.

Bahkan buku itu sifatnya hanya sebagai pegangan guru dan tidak diperjual belikan kepada murid, apalagi pada tingkatan sekolah terendah seperti TK dan Sekolah Dasar (SD). Dalam buku itu berbagai kata yang merujuk ke paham radikal dimunculkan. Misalnya kata bom, granat, rela mati membela agama, laki-laki wajib bela agama dan lain-lain.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement