REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah insinyur Indonesia terendah di ASEAN sehingga dibutuhkan langkah cepat Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) mempersiapkan kurikulum dan fasilitas pendukung perguruan tinggi untuk mencetak insinyur dan ahli teknik dengan cepat.
"Negara kita memang hanya punya 3.038 insinyur per satu juta penduduk. Jumlah ini sangat kecil jika dibandingkan dengan Singapura yang memiliki 28.235 insinyur per satu juta penduduk," kata Ketua Umum Pengurus Yayasan Pengembangan Teknologi Indonesia (YPTI) Marzan Aziz usai pelantikan pengurus baru YPTI dan rektor Institut Teknologi Indonesia (ITI) di Ruang Perpustakaan Habibie dan Ainun di Jakarta, Rabu (2/3).
Jumlah tersebut, menurut Marzan, juga lebih rendah dibanding Filipina dengan 5.170 insinyur, atau dengan Vietnam yang mempunyai 8.917 insinyur per satu juta penduduk. Tidak hanya itu, ia mengatakan jumlah mahasiswa bidang keteknikan yang merupakan calon insinyur di Indonesia ternyata bahkan yang paling kecil di kawasan ASEAN dan Asia.
"Ternyata hanya 15 persen saja dari jumlah seluruh mahasiswa kita yang menuntut ilmu di bidang engineering. Bandingkan dengan Malaysia yang mencapai 24 persen, Tiongkok yang mencapai 38 persen, dan Korea Selatan yang mencapai 33 persen," ujar Marzan.
Jadi, menurut Marzan, sudah jelas Indonesia sedang mengalami defisit jumlah insinyur sebesar 25 ribu orang.
Tidak beranda-andai
Ketua Pembina YPTI Bacharuddin Jusuf Habibie mengatakan insinyur dididik untuk menyelesaikan masalah secara sistematis atau logis, tidak berandai-andai.
"(Sebagai insinyur) tanggung jawab Anda besar. Bukan hanya sekadar membangun jembatan, tapi juga menciptakan yang 'low cost' (biaya rendah) dengan kualitas baik," ujar Habibie dihadapkan pengurus YPTI, anggota Persatuan Insinyur Indonesia (PII), dan mahasiswa Institut Teknologi Indonesia (ITI).
ITI, menurut Habibie, sengaja dibangun di kawasan Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong agar hubungan antara akademi dengan lembaga penelitian dan pengembangan saling mendukung.
Ketua Dewan Pakar PII Bobby Gafur Umar mengatakan memang sudah saatnya Pemerintah memikirkan secara lebih serius solusinya, agar kesenjangan jumlah kebutuhan insinyur tidak semakin lebar.
"Kita perlu tambah insinyur dalam jumlah sangat besar dalam waktu secepat-cepatnya untuk membangun infrastruktur dan mengembangkan lagi sektor-sektor industri," ujar dia.