REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, terdapat data tingginya angka perceraian di Indonesia salah satu penyebabnya adalah perbedaan income. Pada tahun 2014 perceraian akibat perbedaan income atau pendapatan berada di ranking ke tiga.
"Disharmoni dalam hubungan suami-istri bisa dipicu karena beberapa faktor, salah satunya terkait perbedaan pendapatan. Misalnya, seorang istri yang berprofesi guru dan mendapatkan tambahan pendapatan dari sertifikasi, sedangkan pendapatan suami berada di bawah sang istri," katanya, Kamis, (10/3).
Ternyata perbedaan pendapatan itu, terang Khofifah, jadi pemicu gugat cerai istri terhadap suami. Ini kebanyakan waktu itu terjadi di Makassar. Karena itu, dibutuhkan keseimbangan dinamis terkait perbedaan pendapatan atau take home pay tersebut. Pada kondisi tersebut, peran ayah menjadi signifikan dalam rumah tangga agar ada egalitarianisme, trust, serta respek terhadap istri sehingga tidak ada gejolak yang berujung pada pengajuan cerai terhadap suami.
“Saya kira ini merupakan pekerjaan rumah bersama, tidak hanya bagi Kementerian Sosial (Kemensos), termasuk para religious leader agar ada ketahanan keluarga dan tidak terjadi subordinasi di dalamnya," katanya.
Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Sumarna Surapranata mengatakan, kalau ada guru yang mendapat tunjangan sertifikasi sebagai tambahan pendapatan lalu meminta cerai pada suaminya yang salah bukan sertifikasinya.
"Jangan disalahkan sertifikasinya. Saya kira bukan karena ada tunjangan sertifikasi guru yang membuat minta cerai, ini karena mental atau karakternya saja, banyak juga istri yang pendapatan lebih tinggi dari suaminya baik-baik saja tak minta cerai."
Di tempat lain, terang dia, banyak perceraian terjadi bukan karena tunjangan sertifikasi atau gaji lebih tinggi. "Itu masalah pribadi tak bisa disamaratakan," ujar Pranata.