REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Komisi Pendidikan Nasional, Andreas Tambah mengatakan perbedaan yang sangat menyolok dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tahun ini adalah hasil UN tidak menjadi penentu kelulusan. Hal itu telah dirumuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Andreas menegaskan kelulusan siswa tahun ini diserahkan kepada sekolah.
"Dalam hal ini perlu di luruskan, bahwa sekolah tetap menentukan kelulusan. Yang mengelola nilai tersebut adalah sekolah," kata dia, Senin (5/4).
Andreas menuturkan artinya sekolah diberi kewenangan menyatakan lulus atau tidak lulus secara mandiri. Sehingga sekolah diberikan 100 persen, peserta didiknya lulus atau tidak. "Ini adalah sebuah langkah maju," kata dia.
Namun disikapi oleh Kementerian Pendidikan adalah UN tetap digunakan sebagai salah satu kriteria seleksi masuk ke perguruan tinggi. Hal ini merupakan langkah yang baik, sehingga UN tetap memiliki wibawa di peserta didik.
Meski pun demikian, hal ini harus tetap disosialisasikan dan peserta didik harus tahu betul tentang kebijakan ini. Apabila kebijakan tidak diketahui peserta didik, dan mereka menganggap bahwa UN tidak menentukan bisa saja UN tidak dianggap serius.
Dia menekankan UN tetap memengaruhi kelulusan. Tetapi lulus atau tidak lulusnya dipegang oleh sekolah masing-masing. "Bagusnya kelulusan berada di tangan gurunya masing-masing, jadi tidak ditentukan oleh kebijakan yang tidak tahu kondisi anak itu," tegas dia.
Misalkan murid tersebut kesehariannya bagus. Namun tiba-tiba saat UN memiliki gangguan sehingga tidak lulus maka sekarang tidak terjadi lagi. Karena gurunya mengetahui persis kondisi anak, sehingga bisa membantu menentukan nasib anak.