REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak benar jika terdapat pihak yang mengatakan ilmu sejarah tidak diminati. Menurut Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hilmar Farid, minat ilmu ini justru sudah cukup besar saat ini.
“Sudah cukup besar kalau perhitungannya bukan di sekolah,” kata Hilmar dalam Konferensi Pers (Konpers) KNS X di Gedung E, Kemendikbud, Jakarta, Senin (23/5). Hal ini terbukti dengan banyaknya masyarakat yang mencaritahu cerita masa lalu.
Selain minta, mobilitasnya pun dianggap semakin meningkat. Akses pergi ke tempat bersejarah lebih besar dibandingkan 10 tahun lalu. Karena itu, ia menegaskan, tidak benar bahwa ilmu sejara tidak disukai masyarakat Indonesia.
Menurut Hilmar, hal yang kurang justru ada pada kerangka dasar pengetahuannya. “Minat sejarah memang tinggi tapi tidak punya kerangka dasar,” ungkap Hilmar. Dengan kata lain, kebanyakan hanya mengikuti insting atau mencaritahu hanya yang disuka.
Atas dasar itu, Kemendikbud pun akan melakukan beberapa agenda. “Kita harus temukan cara bagaimana pengetahuan sejarah dapat lebih mudah diakses termasuk sumber sejarah,” ujar dia. Masalahnya, pengaksesan sumber sejarah sejauh ini memang sulit apalagi semisal catatan Belanda di masa lampau.
Selain itu, permasalahan minat sejarah di sekolah juga masih menjadi tugas para sejarawan dan Kemendikbud. Arti minat di sini bukan berarti mereka harus menjadi sejarawan. “Nanti kita upayakan bisa membuat isi pelajaran sejarah yang relevan sehingga dapat menarik,” terangnya.
Seperti diketahui, puluhan sejarawan Indonesia dan ratusan para peminat sejarah akan berkumpul dalam Konferensi Nasional Sejarah (KNS) X. Konferensi yang akan diselenggarakan di Jakarta pada 7 sampai 10 November 2016 ini bertemakan “Budaya Bahari dan Dinamika Kehidupan Bangsa dalam Perspektif Sejarah”.
Wilda fizriyani