REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan media sosial merupakan tantangan bagi budaya gemar membaca buku karena kemudahan akses yang ditawarkan didukung teknologi yang terus berkembang, kata Kepala Perpustakaan Nasional RI Syarif Bando.
Ia menuturkan sebanyak 88 juta masyarakat Indonesia terkoneksi dengan internet dan dijejali media sosial sehingga sebagian besar waktunya digunakan untuk membaca informasi yang disampaikan melalui media sosial.
"Memang ada manfaatnya, tetapi sebagian kurang mendidik. Media sosial mengajarkan berselancar di permukaan, sedangkan buku menyelam dalam kedalaman," ujar dia di Jakarta, Kamis (23/6).
Masyarakat Indonesia yang berkunjung ke perpustakaan di seluruh Indonesia pada 2015, ujar dia, tercatat sebanyak 20 juta atau hanya delapan persen dari total keseluruhan penduduk Tanah Air.
Padahal, kata Syarif, Indonesia memiliki setidaknya 200 ribu perpustakaan yang tersebar di berbagai daerah. "Kami harapkan dalam lima tahun ke depan jumlah pengunjung perpustakaan meningkat menjadi 50 persen," tutur dia.
Sementara itu, duta baca Indonesia Najwa Shihab mengatakan media sosial memang penuh godaan karena menyajikan berbagai informasi dan memancing penggunanya betah berlama-lama menghabiskan waktu mengaksesnya.
"Godaan besar dari media sosial, kadang ingin membaca media sosial saja, meskipun banyak buku. Lalu saya menjadikan membaca buku sebagai kebutuhan dan kewajiban, saya selalu baca setelah subuh," ucapnya.
Memulai budaya gemar membaca, menurut Najwa, harus dimulai dari diri sendiri mewajibkan diri membaca buku apapun. Ia membagi tips agar lebih tertarik membaca buku, yakni membaca beberapa buku sekaligus dengan strategi membagi waktu bergantian menyesuaikan dengan mood.
Selain itu, untuk mendekatkan koleksi perpustakaan dengan generasi muda, ia menyarankan koleksi klasik yang ada diolah ulang ke dalam medium populer, seperti komik.